Bagi Rapot

Term 1

Raisha’s okay now (setelah masa nangis2 yang cukup panjang di awal masuk Reception, padahal waktu Kindergarten aja cuma 2 hari, padahal lagi, temen, kelas, dan lingkungannya itu2 aja). She could follow the lessons, could work neat and tidy, she’s happy in the class, that we should not be worried about her. Only she found it hard when she had to start something new. She would be whining with a desperate face, “Teacher, I can not do it, how to do it, teacher.” For example, yesterday, when I told the students to write a sentence, ‘The mug is on the table’ and draw an illustration of it. But when I gave her an example of drawing, she really could copy it nicely. So, she just needed a little encouragement when she felt frustrated.

Term 2

Remember when I told you last term that she always said, “Teacher, I can not do it, how to do it teacher?”, when Raisha had to start something new?
Now, she did not do it anymore. The last time I told the students to write a sentence, ‘My favourite food is chicken’ and an illustration of it, she drew a girl, a table and a plate on the table. When I asked her, “Where is the chicken, Raisha?”
She answered, “Finish. It’s already in my tummy, it’s my favourite food.”
In other words, she was going better and better. She knew alphabet very well, she was doing fine with number, she was always good in spelling tests, she was always happy to come to school. You don’t need to worry about her, she already can adapt to reception class.

Term 3

Please have a sit (sambil nunjuk kursi kecil di hadapannya, di atas meja kecil tempat anak2 tk belajar, ada setumpuk buku hasil kerja Raisha selama setaun ini di kelas).
These are the places for our top students to sit every day (saya merhatiin beberapa meja kecil yang disatuin, di sekelilingnya ada kursi2 kecil seperti yang saya dudukin). This group of students only needs a little bit of instructions with minimum attention. They can work independently without help, they can easily understand what they need to do, which is very much lessen the teachers work as we can pay attention to the other students who need more aid.
This is where Raisha sits…
If you’re wondering how her exam was, I can tell you that she passed the exam with the flying marks. You must be proud of her.
And if the principal asked me whether Raisha can go up to year 1, I will definitely say YES!

Every Moment is Priceless

Hari Kamis yang biasa… Pagi yang biasa juga, grabag grubug siapin Raisha sekolah dan si Mas ke kantor. Sedikit luar biasa karena harus lebih pagi, Raisha ada class assembly hari itu. Jadi kita sampe sekolah berbarengan anak2 primary dan secondary, padahal biasanya tinggal anak reception aja yang belum masuk, jadi kosong. Mobil pun terpaksa antri masuk sekolah. Tiba-tiba mata terpaut pada MyVi item di depan. Tampaknya yang nyupir seorang perempuan. Saya sama Mas langsung ngomong bareng, “Alisya sama mamanya ya?”

Mamanya Alisya adalah pegawai Petronas yang lagi di-assigned kantornya selama 2-3 taun di Myanmar. Jadi kehadirannya hari itu bukan sesuatu yang biasa.
Kami akhirnya memastikan bahwa memang Alisya dianter mamanya waktu nurunin Raisha di pager kelas reception.
Saya balik ke mobil, siap nganterin mas ke kantor. Di tol mas ngomong, “Aku nonton aja kali yaaa?” tampak mulai ragu buat ngantor.
“Terserah Mas,” kata saya.
Semalem Mas berencana ga akan nonton class assembly-nya Raisha, soalnya di kantor lagi banyak banget kerjaan bin dikejar deadline, ditambah sorenya ga bisa ngeganti jam yang ilang krn nonton itu soalnya ada undangan dari Yopi n Dewi buat menghadiri makan2 farewell-nya.

Waktu bayar tol dia akhirnya ngomong, “Aku nyimpen tas dulu ya di kantor, izin keluar 2 jam, trus kita pergi bareng lagi nonton Raisha. Masa mamanya Alisya aja dari Myanmar bela2in minta cuti, aku cuman minta izin 2 jam aja ga bisa.”

Jadi akhirnya begitulah…, nganter Mas dulu ke kantor dan balik lagi ke sekolah Raisha.
Sampe sekolah kita parkir barengan ama Wira warna gold. Papa dan mamanya Alisya turun dari mobil. Spontan saya menyapa, “Take a leave?
“Iye lah, 3 hari. Semalam baru datang. Nak tengok Alisya,” katanya lembut dan ramah.
“Ambil cuti 3 hari sampai Rabu, nak kawankan Alisya exam, tapi exam-nya dipost-pone. Tapi dah tak boleh tukar cuti,” tambahnya lagi.
Saya menghibur, dengan gaya melayu pula kebawa ama mamanya Alisya, “Tak pe lah, exam hari Kamis, sampai Rabu masih boleh ajar Alisya, nanti Kamis-Jumat Alisya tinggal exam je, tak payah belajar lagi.”

Saat itu lah saya menyadari betapa beruntungnya saya. Kapan saja saya diperlukan Raisha, Insya Allah saya tak jauh. Dekat dan mudah digapai.
Saat itu lah saya jadi malu karena sering tidak memanfaatkan momen-momen berharga yang hanya bisa dinikmati oleh ibu2 lain dengan susah payah.
Saat mengajar Raisha ngaji, sering ga sabar kalo dia masih salah2 aja, palagi sekarang ini nih waktu udah mulai masuk belajar tajwid.
Saat ngajar Raisha maen piano, gemes ngeliat dia males2an.
Saat Raisha ga mau belajar buat spelling test karena dia ngerasa udah bisa, sering saya ga cukup tabah untuk membujuknya dan membiarkannya berjuang sendiri.
Kalo liat para ibu yang harus berjuang buat meraih momen2 bersama putra-putrinya, baru saya menyadari kalo every moment with my daughters is priceless…

Skoyah Dinda

Lagi liat n baca ulang ini di kompie.
Dinda deketin.
Trus nunjuk foto yang ada di situ sambil bilang, “Skoyah Dinda!”
Maksudnya sekolah Dinda…
Dua hari yang lalu emang bawa Dinda ke sana, liat2 sekalian nyari informasi pendaftaran dan school fee.
Soalnya Dinda udah mulai ga betah kalo dibawa ngaji sama ibunya. Sementara ibunya merasa perlu banget ngaji. Buat ngisi ruhiyah, ngingetin ulang yang sering dilupakan ato pura2 dilupakan, menguatkan ikatan dgn Allah secara iman kan naik-turun, n nambah ilmu karena saya kan harus ngajarin anak2. Klo ibunya ga ada ilmunya gimana mo ngajarin ya.
Umur Dinda juga udah 2.5 taun ntar Agustus, ga terlalu kemudaan buat mulai sosialisasi di sekolah. Mulai main ama temen2 drpd bengong nunggu ibu. Dia juga udah selalu minta turun ikut teteh klo nganter teteh sekolah.
Hobi juga pake seragam sekolah tetehnya.
Jadi mulai nengok2 sapa tau mulai bisa sekolah dalam waktu deket.
Pertama denger tentang sekolah ini dari Ms. Siti Fulton. Kayaknya beliau ini puas banget masukin Adam, anaknya yang waktu itu 2,5 taun, ke tempat ini setelah puas nyari2 dan trial di pre-school sekitar Bukit Antarabangsa sampe Mutiara. Makanya kemaren waktu mulai ngecek2 buat Dinda, yang pertama kali didatengin ya sekolah ini.
Waktu di sana sih Dinda diem aja, ditanya mau ga sekolah di sini juga tetep aja diem sambil minta gendong erat2.
Jadi feel surprised deh waktu Dinda nunjuk2 foto sekolah ini sambil bilang, “Skoyah Dinda!”
Sippp, udah mau sekolah ya Dinda 🙂

Perahu Kertas

Perahu Kertas

Ngakunya sih bukan penggemar Dee. Apalagi setelah baca buku pertamanya yang menghebohkan itu, Supernova I: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Kayaknya maksa banget gitu masukin unsur2 sci-tech-nya. Jadinya malah ga enak dibaca. Abis tu baca Supernova II, meski lebih sederhana tapi malah ga bisa menikmati ceritanya. Kurang filosofis kali ya akunya. Tapi pas baca Supernova III malah demen. Ceritanya lucu, pilihan kata dan kalimatnya juga bikin ngakak, hiburan banget, ngakak sendirian. Abis itu malah terus baca Filosofi Kopi yang standar2 aja. Tp suka banget sama Rectoverso yang ciamik mengeksplor dunia yang sangat personal. Curhat yang indah ceritanya.
Meski ngakunya bukan penggemar Dee, semua bukunya dibeli dan dibaca. Terahir Perahu Kertas. Ini malah masih dapet cetakan pertama.
Sepintas mirip chick-lit, tapi ah engga ah. Lebih berisi.
I sticked to this book till 2 o’clock in the morning.
Ga bisa lepas, pengen tau terus gimana kelanjutan ceritanya Kugi dan Keenan. Dan dengan pengalamannya mengeksplor isi hati di Rectoverso, digabung dengan pilihan kata dan kalimat2 yang segar serta terasa semakin matang, Dee emang piawai bikin buku ternyata 🙂