Antara Mimpi dan Keyakinan

Februari sudah mendekati akhir. Awalnya saya pikir saya hanya menunda,… menunda bikin resolusi taun baru. Sekarang saya sadar, saya tidak akan membuat resolusi taun baru untuk taun ini. Saya terlalu bingung untuk menetapkan target dan menentukan langkah2 mencapainya. Lebih tepatnya, saya ada dalam kondisi ga tau mau ke mana dan mau ngapain. Boro-boro mikirin target jangka pendek tahunan, rencana global 10 taunan aja ga kebayang.

Belakangan ini terasa sulit untuk merancang dan mencapai sesuatu yang sesuai dengan rencana awal. Terlalu banyak disturbance, terlalu banyak variabel yang tidak bisa dikendalikan, terlalu banyak simpangan dan error… ah Pak Sas dan Pak Robert, kuliah Pengendalian dari bapak2 tampaknya tidak berhasil saya aplikasikan.
Belakangan ini saya jadi lebih terasa mengalir saja * atau lebih tepatnya terbawa arus *, mengikuti jalan nasib, tak berani menetapkan tujuan, apalagi untuk bermimpi dengan sepenuh keyakinan.

Padahal menurut hukum keyakinan yang dibisikkan seorang teman;

apapun yg kita yakini dengan sepenuh hati akan menjadi kebenaran kita
kebenaran itu yg membentuk realitas kita….
realitas kita yang membatasi semua kelakuan kita
dan capaian…

Di lain pihak, setiap kali bermimpi, saya justru merasa terbentur realitas. Akibatnya di saat mengkaji ulang masa-masa yang lalu dan merancang rupa masa di hadapan, perasaan tak berdaya hinggap. Pertanyaan, “Apa yang telah saya capai dalam umur segini dan apalagi yang mau saya capai?” terasa menakutkan. Menakutkan karena merasa tidak ada prestasi khusus yang telah dicapai, menakutkan karena belum terbayang apalagi yang ingin dicapai.

Tampaknya bukan saya seorang yang merasa seperti ini. Sahabatku di sini, dan di sana, juga beberapa surat elektronik yang mampir di inbox dari beberapa sahabat tampaknya merasakan kegalauan yang sama.
Mungkinkah ini hanya sekedar krisis usia 30 * what…?? udah 30 yah? *
Saya harap iya… Semoga segera lewat, segera berani kembali menggantungkan mimpi dan cita-cita, dan segera berdaya menggapainya dengan segala keyakinan.

Lagi2 seorang teman menyemangati lewat puisi indah dan bijak Toto Tasmara:

when you change your thinking you change your beliefs
when you change your beliefs you change your expectations
when you change your expectations you change your attitude
when you change your attitude you change your behaviour
when you change your behaviour you change your performance
when you change your performance you change your destiny
when you change your destiny you change your life

A Beginning

Minggu lalu, Agung & Martha dianter Puti muncul di rumah. It was really nice since I haven’t met the three of them for so long. I met Martha 2 years ago at my bestfriend wedding, Agung several years ago before he went to Germany (and he went there 7 years ago), and not to mention Puti. I think the last time I met her was when she and I were teenagers. Martha bawain Raisha buku tentang feeling yang bikin dia mencoba ekspresi2 yang ada dalam buku itu. Sampe sekarang kalo Raisha ditanya, “Mana buku yang dari tante?” pasti dia segera nyari2 buku itu.

ada tamu...Pertemuan singkat setengah hari itu cukup memberi warna baru dalam kehidupan saya di KL. Terus terang pas mereka dateng, bahan masakan sudah menjelang habis karena jadwal belanja mingguan adalah keesokan harinya. Jadi sebenernya dari awal saya berniat mengajak makan siang di luar aja meski bingung mo ngajak makan di mana yang enak. Tapi saya tetep nawarin buat makan di rumah, yang alhamduliLlah ditolak ama mereka hehehe… Selama ini, makan di luar adalah keterpaksaan. Terpaksa karena males antri bayar di Carrefour sementara bahan masakan udah abis dan kita udah keburu laper. Jadi kalo ngajak orang makan bingung mo di mana. Perasaan sepanjang makan di luar ga ada yang enak. Mungkin karena daerah jelajah juga terbatas; food court Carrefour, medan selera yang di Setiawangsa, ato food court KLCC yang masakan Jepang-nya pun bercita rasa Melayu-India. Untung lah ada Neng Puti yang ngajak makan di Nasi Kandar Pelita deket KLCC. Ternyata oh ternyata… enak juga ya makan di situ. Bisa buat alternatif kalo pengen makan enak di luar rumah (nyam nyam… menulisnya aja udah bikin ngiler kepengen nih). Tapi koq ya keduluan ama Martha ya bayarnya… niatnya mo nraktir malah ditraktir. Jadi enak deh…

Karena Agung ada kerjaan, abis makan kita check in ke hotel bertiga aja cewek-cewek. Dari parkiran ke hotel di daerah Medan Tuanku itu kita jalan sedikit. Raisha yang mulai familiar sama tamu-tamunya secara menakjubkan mau digendong ama Puti. Di jalan yang rata, dia dituntun, masih sama Puti. Bahkan saat ibunya ngulurin tangan buat gantian nuntun, dia ga mau. “Ibuna teu payu…,” kata Puti. Hahaha… tumben sekali kamu nak…
Karena takut terlalu sore, Puti pulang duluan. Raisha dan saya masih nemenin Martha nunggu Agung di hotel. Lagian tampaknya Martha juga ga bosen main ama Raisha, jadi saya ga terlalu kuatir mengganggu dia istirahat. Sorean, setelah Agung datang, Raisha malah bobo hehehe…

Nanggung, udah ampir waktu makan malem. Jadi akhirnya kita berencana makan malem bareng. Awalnya bingung lagi mo ngajak makan di mana, dah gitu neng Puti udah ga ada pula buat jadi pengarah. Agung yang ber-ide, di-iyakan Martha dengan slurp slurp-nya… tampaknya enak. Raisha dan Om Agung, lucu yaa...Johnys Restaurant, restoran Thailand katanya. Agung bilang adanya di Bukit Bintang ato di Berjaya Times Square (ups… yang tinggal di KL sapa yah??!!). Dia akhirnya memilih Berjaya. Saya ngasih tau Mas buat ketemu di sana sepulang kantor, ga lupa ngasih tau juga menurut Agung, Berjaya itu bisa dicapai dengan monorail, turun di stesyen Imbi (lagi-lagi bingung, yang lagi namu ke KL sapa yah?!). Kali ini Agung dan Martha yang berhasil menggendong Raisha.
Waktu di Thailand, Ctoon sempet ngajak kita makan malem di MK Restaurant, salah satu restoran Thailand paling ternama di sana. Saya sempet ngomong, “Di KL ada ga sih Mas yang kayak gini? Koq ga pernah liat?”
Kangmas tersayang yang ternyata biarpun 1/2 taun lebih lama tinggal di sini dari saya, pengetahuannya ga lebih banyak, menjawab, “Ga tau, ga ada kayaknya, di mana coba, ga pernah nemu kan?”
Johnys Restaurant adalah perwujudan MK Restaurant di Malaysia. Cita rasa-nya masih cita rasa Thailand, bukan yang sudah disesuaikan. Wah… dalam sehari, saya dua kali makan enak di luar rumah.

Kami berpisah setelah makan, meski kalo pertemuan dilanjutkan pasti bakal masih banyak cerita yang dipertukarkan.
Hari Sabtu, berselang sehari dari pertemuan itu, Mas ngajak ke Plaza Low Yat di Bukit Bintang buat window shopping. Saat malam tiba dan dia ngajak makan di luar… saya inget kalo Johny itu ada juga di Bukit Bintang. Meski ga tau tempatnya, saya ngajakin mas makan di sana. Meski nyari2 dengan feeling (mau nanya Martha/Agung udah malu ah), ketemu juga tempat itu. Heuheuheu… ini doyan ato kalap ya?!

Pertemuan hari itu bukan hanya menghasilkan tempat makan yang cukup menarik untuk dikunjungi, tapi juga menguatkan tekad untuk ikut pengajian ibu-ibu setiap Rabu karena meliat Raisha udah mulai mau dideketin orang. Apalagi kebetulan banget pengajian minggu berikutnya itu di rumah Puti. Dan alhamduliLlah semuanya berjalan lancar, Raisha ga bikin susah dan membuyarkan konsentrasi. Selain jadi ngaji bareng orang, saya juga jadi nambah kenalan di sini. Looks like my life here has just started 🙂

Photos courtesy of Mamagadia

Life is easier when you are 18 months

Dulu hanya mendengar… katanya perkembangan seorang anak batita itu cepat sekali. Pagi berangkat kantor belum bisa ngomong s, malemnya dah bisa. Sekarang bisa melihat dan merasakan sendiri, betapa setiap detik bisa memberi kesan perkembangan baik emosi, fisik, maupun nalar seorang anak.
Kata seorang yang memilih menjadi guru daripada dosen, menjadi guru tidak sekedar mengajar, tapi juga mendidik. Cermin kemajuan diri ada dalam pribadi anak didik. Seperti itu juga menjadi orang tua. Lima bulan yang lalu Raisha dibawa ke sini saat usia 13 bulan. Saya kembali jadi full time house wife yang diberi anugrah melihat setiap detik ia berkembang dan merasa ikut berkembang bersamanya

mamam ndiri aaaahDulu waktu dateng ke sini, Raisha belum bisa berdiri (yaaa, bisa sih, kalo dia mau), mandi jadi susah setengah mati karena dia takut jatuh. Sekarang dia sudah berlari. Life is easier now…
Dulu dia nakal sekali (yaaa, namanya juga anak kecil ga ngerti). Setiap kali ditinggal sedetik saja bersama makannya, pasti catastrophic failure. Nasi udah berantakan di meja ditaburi susunya, muka sudah penuh dengan masker yoghurt, lantai lengket dengan remah-remah nasi.
Sekarang dia sudah mulai makan sendiri. Kadang disuapin juga ga mau. Setiap kali makan, lebih sering saya hanya menyendokkan untuk dia suap sendiri. Itu pun kalo dia sudah mulai bosan dengan acara menyendok yang lumayan butuh keterampilan buat anak seusianya. Ibunya jadi bisa cuci piring selagi dia makan. Life is easier now…

Dulu dia penakut sekali. Ketemu orang pasti langsung mengkeret, megang ibunya erat-erat. Lebih tepatnya mencengkram kali ya. Sekarang udah beberapa minggu ini dia sudah tak terlalu mengkeret. Ibunya sekarang mulai berani keluar, meski masih deket-deket aja, buat arisan sambil bawa dia. Ga terlalu kuatir dia bakal rewel karena harus duduk manis selama beberapa waktu. Memberi kesempatan ibunya buat punya kehidupan sosial yang nyata dan tak sekedar maya.
asik asik main sama kak RaditRaisha mulai mau senyum sama orang, bahkan kalo sama anak kecil lain mau bermain. “Adi, Adi…” suaranya yang masih belum jelas manggil2 Kak Radit ngajak main. Hobinya main sama Bapak dan Kak Radit. Kalo udah main, ga mau pulang.
Kosa katanya sudah melebihi 50 kata, tak sempat lagi menghitung. Sudah pintar ngajak keluar rumah mengembangkan hobi mainnya, “U u.., keua..,” yuk, yuk keluar, sambil nunjuk-nunjuk pintu dan pake sandal. Sudah pintar bilang, “Nggaaaaa..” sambil geleng-geleng kepala kalo ga mau sesuatu. Mulai banyak menggunakan dua kata, “Ati aju,” sambil nangis, minta ganti baju, kalo bajunya kotor kena tumpahan makanan yang disendoknya. Kadang malah rangkaian tiga kata sudah mulai keluar dari mulut kecilnya, “Buuuu, bobo sini…” kalo baru bangun tidur dan masih males turun dari tempat tidurnya.

foto foto... gaya euy!!Seneng sekali kalo difoto. Segala rupa gaya dikerahkan. Begitu denger bunyi foto selesai, langsung lari liat hasilnya. Nak, nak koq endel amat yaaaa, kata bapaknya.
Usia 18 bulan waktunya imunisasi DPT4, Polio 5 dan HiB 4. Nunggu pulang ke Indonesia masih lama, jadi Raisha dibawa ke klinik deket rumah. Dokternya terampil sekali, cepat menyuntik sampe Raisha ga sempet nangis. Nunggu ditetes polio, ternyata vaksin-nya kombo DPT, Polio dan HiB. Ga cuman DPT-HiB trus polio oral sendiri. Ibu dokter nanya, “Memang di Indonesia masih oral ya polio-nya?” Saya ga tau. Selama ini selalu oral. Seingat saya, PIN juga polio oral. Pulang ke rumah saya cari-cari informasi. Ah ternyata menurut berita di salah satu situs yang bisa dipercaya (lupa apa), vaksin Aventis kombo DPT-Polio-HiB itu baru 2 hari sebelum Raisha disuntik diberitakan disetujui FDA dalam pemungutan suara dengan suara menang mutlak.
Malamnya Raisha sedikit rewel, daya tahan yang udah lebih terlatih tampaknya yang bikin dia besoknya udah bisa main ke Putrajaya jemput Oom TIL. Ah Raisha, life is easier now as you grow up… And suddenly I feel so old.