Suatu Siang di Koeln

Musim semi yang cerah memang selalu menggoda untuk jalan-jalan di luar kala akhir pekan tiba. Pilihan kali ini jatuh ke kota Koeln atau lebih di kenal dengan nama Cologne, muasal eau de toillete terkenal di masa saya kecil. Ini gara-gara tweet Kang Abik alias Ustadz Habiburrahman El Shirazy yang waktu itu mampir ke Koeln dan pamer foto Masjid Raya Koeln. Baru tersadar kalau masjid kontroversial itu sudah jadi. Kenapa kontroversial? Ceritanya panjang deh hehehe. Jadi kita penasaran dong pengen liat :). Sejujurnya segala tentang masjid di Eropa ini menarik perhatian kami. Kalau ingat masa sekolah 10-11 taun yang lalu (aiiih, udah lama berlalu ya), melihat perkembangan Islam di Eropa sungguh cukup membahagiakan dan masjid adalah salah satu indikator pembawa bahagia. Dulu masjid jarang sekali, kebanyakan masjid hanya nampak seperti rumah atau apartemen biasa, bahkan tanpa papan nama pengenal. Sekarang masjid bisa berdiri megah menegaskan eksistensinya dan banyak tersebar di mana-mana.

Ngobrol sama teman-teman akhirnya ada 5 keluarga yang mau berangkat bareng ke sana. Jadi kita pergi bareng-bareng dari Nootdorp sekitar jam 8.30 pagi. Mampir di pom bensin Benekkom (daerah Wageningen) buat menjemput Sarah, terus lanjut jalan ke Koeln. Sebelumnya mampir di bengkel TUV Krefeld gara-gara ga punya stiker Environmentally Friendly Car yang diperlukan buat masuk ke dalam kota Koeln. Sebenernya dulu pernah punya, tapi trus kaca mobil tu sempet retak dan diganti. Trus berusaha diambil dari kaca ga berhasil akhirnya direlakan deh. Kebetulan 3 mobil yang pergi juga belum punya stiker itu jadi konsisten konvoi. Setelah urusan sekitar setengah jam (untuk 3 mobil), kami melanjutkan perjalanan. Karena waktu yang udah siang, tujuan pertama adalah mencari perisitirahatan yang representatif menampung 20 orang anggota rombongan yang terdiri dari 11 dewasa dan 9 anak. Makan siang yang Indonesia sekali, mengenyangkan dan memuaskan, Insya Allah terjamin halal.

Lepas makan siang langsung menuju pusat kota Koeln yang sedang bebenah (baca: pembangunan di mana-mana, jalan ditutup di mana-mana, macet cettt…). Sampe susah cari tempat parkir hehehe. Akhirnya menumpang parkir di Hotel Mondial. Dasar ya orang dusun, dulu waktu di KL pengen banget nyobain parkir mobil yang mobilnya masuk ke lift trus dibawa ke lantai tempat parkir mobilnya, ada tuh di Plaza GM Chow Kit. Cuman ga pernah ada keperluan ke Plaza GM hahaha… Eh, kesampean koq jauh banget di Koeln ya :D.

Dari parkiran kita jalan ke Koelner Dom, bahasa Jerman untuk Katedral. Katedral cakep ini terletak di tepi sungai Rhein, terbesar diantara gereja Ghotic di Eropa Utara. Panjangnya 144,5 meter, lebar 86.5 m dan menaranya hampir 157 m. Dua menaranya yang sangat besar ini yang menjadikannya fasad gereja terbesar di dunia. Dalemnya karena tinggi jadi adem banget. Turis ramai sekali sementara yang lagi misa pun tak terusik.

Setelah liat-liat interior katedral, kami berjalan menuju pusat kota menyusur pinggir sungai Rhein. Dalam perjalanan melewati tempat orang memadu janji disimbolkan dengan kunci gembok. Kayanya di Eropa ini orang seneng banget memadu janji dengan kunci gembok ya, menuliskan nama di atas gembok trus menggembok pinggir jembatan. Tepi sungai Rhein yang merupakan taman kota padat dengan manusia yang bahagia menjumpai matahari, berasa di terminal Cicaheum…

Ujung perjalanan membawa kami ke pusat kota tua yang cantik.Setelah beli-beli souvenir (keluarga kami sih makan piza dari kedai turki yang ada di sana sementara anak-anak terus bermain berlarian), kami melanjutkan perjalanan ke Masjid Raya Koeln untuk menunaikan sholat Zhuhur dan Ashar.

Ternyata masjidnya sendiri belum rampung sepenuhnya. Bagian luarnya memang sudah rapi dan cantik, mengikuti gaya arsitektur Ottoman terdiri dari kubah dengan gelas kaca yang melambangkan keterbukaan dilengkapi dengan dua minaret setinggi 55 m. Luas masjid dirancang mencapai 4,500 m2 dan dapat menampung 2000 – 4000 jamaah. Masjid ini diarsiteki oleh Paul Böhm yang sebenarnya spesialis arsitek gereja.
Bagian dalamnya masih sangat darurat. Yang penting bisa wudhu dan sholat. Rencananya sih nanti terbagi 3 lantai. Lantai dasar untuk entrance point dan bazar, bawah tanah untuk kelas-kelas pengajaran, dan bagian atas untuk tempat sholat.

Masjid juga dilengkapi dengan tempat parkir di bagian bawah. Haru lihat masjid seperti ini di Koeln, teringat cerita kontroversinya saat pembangunan.
Proyek masjid ini ditentang banyak pihak, terutama karena kekhawatiran masjid ini akan memberdayakan umat Islam di Koeln. Deputi walikota berpikir bahwa penduduk kota Koeln juga akan menolak pendirian masjid ini karena mereka percaya bahwa Koeln adalah “Christian city”. Pernyataan bahwa masjid adalah deklarasi perang dan keengganan menerima semakin banyak perempuan berkerudung di jalanan Jerman semakin menguatan penolakan terhadap sang masjid. Namun seorang jurnalis, Henryk M. Broder mengatakan bahwa sebuah masjid sama saja dengan sebuah gereja ataupun sinagog. Kenyataan bahwa 200 tahun yang lalu umat Protestan harus beribadah secara rahasia di lingkungan Katolik Koeln (which is something we can’t imagine nowaday), dan opini publik yang terus berkembang membawa pada polling yang menunjukkan 63% warga menyetujui pembangunan masjid ini dan 27% diantaranya menginginkan pengurangan luas masjid.
Pada tanggal 28 Agustus 2008, pemerintah kota Koeln akhirnya menyetujui pembangunan masjid setelah seluruh partai setuju kecuali CDU. Di luar balaikota, 30 pemrotes menentang keputusan ini sementara 100 orang demonstran mendukungnya. Allahu musta’an.

Koeln

Tempat parkir di basement masjid
Bagian dalam masjid yang masih darurat
dinda sayang, gendongan terus selama jalan2 keliling kota
against all odds
Tampak depan Cologne Central Mosque
Family portrait, tetep dong dinda mah digendong
ramainya orang...
bersama di suatu sisi katedral
Setelah tersaji
Sebelum makanan disajikan
Tempat parkir di basement masjid Bagian dalam masjid yang masih darurat dinda sayang, gendongan terus selama jalan2 keliling kota against all odds Tampak depan Cologne Central Mosque Family portrait, tetep dong dinda mah digendong ramainya orang... bersama di suatu sisi katedral Setelah tersaji Sebelum makanan disajikan

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *