Den Haag di Mata Kami

Kurikulum yang diterapkan di sekolah Raisha-Dinda adalah International Primary Curriculum (IPC). Ga kaya IB atau Cambridge, belum banyak yang tau tentang kurikulum ini. IPC ini kurikulum yang komprehensif, tematik dan kreatif ditujukan untuk anak usia 4 – 11 tahun. Proses pembelajarannya jelas dengan tujuan pembelajaran yang spesifik disesuaikan dengan kebutuhan internasional sekaligus personal.

Binnenhof
Binnenhof di daerah Centrum (city center)

Sebenernya bukan mau cerita kurikulum karena bukan ahlinya. Tapi berkaitan dengan kurikulum tersebut, minggu lalu sekolah sempat menjadikan The Hague sebagai topik IPC.  Dan ternyata yang jadi belajar bukan cuman anak-anak, tapi juga ibunya :-). Baru sadar, selama setaun di Den Haag, kita pergi ke Centrum terutamanya cuman buat beli tahu-tempe dan salam sereh. Padahal waktu saya kebagian jaga kelas Raisha ekskursi… weits banyak banget bangunan cantik dan bersejarah di Centrum. Kalo ga suka sejarah, paling tidak itu bangunan cantik buat difoto.

Selama setaun di sini, baru deh terpikir untuk lebih memerhatikan kota tempat kami tinggal. Baru nyadar kalau Den Haag itu kota yang “traditionally Dutch”; tapi berbeda dengan Amsterdam, Den Haag lebih kalem dan lebih hijau. Taman dan hutan kota ada di mana-mana, buat pecinta jalan kaki semacam saya sungguh menyenangkan ada di kota seperti ini. Sepanjang jalan menuju sekolah Raisha, ada banyak taman dan hutan dengan kanal-kanal yang bikin kota tambah cantik, padahal dari rumah ke sekolah cuma 1,5 km aja. Trus  Den Haag itu masih dikategorikan city living, ga ndeso-ndeso amat (which is saya ternyata anak kota yang lebih suka ramai daripada sepi), tapi ga penuh sesak dan bikin pusing kaya Amsterdam.

Selain taman dan hutan kota yang sangat menyenangkan buat tempat main anak-anak, Den Haag juga punya pantai Scheveningen yang terkenal itu di mana anak-anak bisa bersukaria main pasir dan main air (kalo lagi ga dingin). Den Haag sangat menyenangkan buat “outdoor children” semacam anak-anak kami.

Dengan mengetepikan cuacanya yang luarbiasa bikin mabuk kepayang; kadang bahagia liat matahari yang terang lebih sering sendu dan basah dengan mendung dan hujan; Den Haag bener-bener kota yang sederhana dan menyenangkan untuk tinggal. Untuk muslim, masjid-masjid banyak berdiri dan terlihat dengan jelas. Komunitas Indonesia pun ada mesjid sendiri yang lebih memudahkan untuk belajar agama karena menggunakan bahasa Indonesia.

Selain itu buat orang Indonesia seperti kami, makanan di Den Haag juga ga jadi masalah. Ada banyak warung/restoran Indonesia, meski untuk muslim seperti kami tentunya tetap harus periksa kehalalannya. Toko Asia pun menyediakan lengkap keperluan bumbu dapur sampai yang paling aneh semacam kapulaga dan keluwak sekalipun. Anyway busway, jadi teringat ya… Di Indonesia, kita mengenal Belanda hanya sebagai penjajah yang menguasai negara kita lebih dari 350 tahun, tidak terasa lagi sisa-sisa ikatan kita dengan Belanda kecuali dari beberapa kosa katanya yang diserap bahasa Indonesia seperti kantor dan apotek. Tapi ketika sampai di Belanda, terasa banget loh ikatan antara bangsa Indonesia dengan Belanda. Restoran-restoran Belanda banyak menyediakan menu Indonesia dengan nama yang tidak berubah; Babi Ketjap, Nasi Goreng, Bakmie Goreng, Sate Ajam, dan sebagainya. Di supermarket-supermarket biasa, tahu dan tempe dengan mudah ditemukan. Demikian pula bumbu instan untuk bakmi goreng, sate, ayam panggang, bahkan sambal djeroek. Tak lupa jajanan khas Indonesia semacam keroepoek, katjang pedis, katjang bawang. Semuanya produk asli Belanda. Di Den Haag setiap tahun KBRI menggelar Pasar Malam Indonesia, sebuah festival tentang Indonesia yang berlangsung selama 5 hari, isinya bazaar makanan, pameran dan penjualan art & craft Indonesia, dan pertunjukkan seni dan budaya Indonesia. Pengunjungnya ternyata banyak sekali opa dan oma orang Belanda yang bisa tahan duduk berjam-jam nonton pertunjukan. Selain KBRI, pihak swasta di sini juga menggelar Tongtong Fair yang serupa dengan Pasar Malam Indonesia tetapi lebih besar dan lebih lama penyelenggaraannya, dan meskipun tiket masuknya mahal (16 euro per orang) tetap saja penuh sesak.

Clingendael
Taman Clingendael kala musim gugur

Buat para turis yang ingin mengunjungi Den Haag…. Nomer 1 yang harus dilakukan adalah: sewa sepeda. Mulai dari Centrum dengan Binnenhof tempat Konferensi Meja Bundar, istana tempat raja bekerja, dan istana perdamaian (Peace Palace).Sempatkan juga ke Madurodam, kalau ada anak-anak kecil pasti senang sekali mereka di sini melihat miniatur Belanda. Pencinta natur bisa pergi ke Pantai Scheveningen atau bersepeda di hutan Haagsche Bos sambil ngintip istana kediaman sang Ratu (eh sekarang dah resign deng Ratu Beatrix), jangan lupa kunjungi juga taman-taman cantik Clingendael dan Rosemary. Selamat menikmati Den Haag 😉

Ramadhan dan Idul Fitri di Den Haag

Mudah-mudahan belum terlalu terlambat buat mencatatkan kenangan Ramadhan dan Idul Fitri pertama di Den Haag :-). Awalnya cukup geumpeur kalo bahasa Belanda-nya mah (khawatir terjemahannya meski tidak pas) menghadapi Ramadhan di musim panas. Hari pertama Ramadhan, subuh pukul 03.15 dan maghrib pukul 22 lewat. Tapi alhamdulillah hari pertama terlewati, bahkan Raisha pun ikut puasa penuh. Hari berikutnya, karena melihat Raisha cuman minum 2 gelas selama 24 jam (sahur segelas, maghrib segelas), Raisha dibangunkan agak lambat meski masih gelap. Membiarkan dia minum 3 gelas dahulu baru mulai puasa. Berlangsung seminggu Raisha sahur terlambat, setelah itu dia kembali ke jadwal puasa yang sama dengan orang tua karena sudah bisa minum lebih banyak ditambah jadwal Subuh dan Maghrib juga sudah sedikit demi sedikit bergeser. Akhir bulan Ramadhan, Subuh sekitar pukul 04.15 dan Maghrib sekitar pukul 21.00.

Yang paling dirindu dari Ramadhan di KL adalah Ramadhan Learning Session buat anak-anak dan tadarus bersama setiap pagi :). Alhamdulillah untuk tadarus jamaah di sini tergantikan dengan mengikuti tadarus jamaah melingkari laptop di Skype bersama muslimah Keluarga Muslim Delft setiap sore jelang Maghrib. Tak menggantikan indahnya pertemuan tetapi cukup membawa suasana Ramadhan di rumah :-).

Setiap hari Jumat kami sekeluarga mengikuti acara Buka Puasa Bersama di KBRI. Ada ceramah sebelum waktu berbuka dan setelah berbuka sebelum Isya dari Ustadz yang khusus didatangkan dari Al Azhar Kairo selama Ramadhan ini. Melipur dahaga akan siraman rohani. Beliau juga yang mengimami solat jamaah termasuk solat tarawih (menuliskannya pun membuat rindu akan suasananya). Biasanya acara selesai pukul 00.30 (karena Isya-nya juga sudah sangat malam). Oiya, Bu Dubes Belanda ramah baik-hati dan sangat berbaur dengan seluruh warga Indonesia. Beliau bahkan ga segen2 beresin piring yang masih tercecer di lantai saat tempatnya mau digunakan untuk sholat Isya. Mudah-mudahan semakin banyak pejabat Indonesia yang berbaur dengan para rakyat jelita seperti kita ini ya :-).

Kalau hari Sabtu, selama 5 kali buka puasa, sekali mengikuti buka puasa bersama-nya perhimpunan mahasiswa muslim rotterdam di Schiedam, sekali ngikut buka puasa bersama Keluarga Muslim Delft, dan sisanya di Masjid Al Hikmah, masjid Indonesia. Sama ini juga, sebelum buka ceramah, abis buka ceramah lagi, lanjut sholat Isya dan tarawih. Buka puasa bersama yang terakhir, di malam takbiran, kami berkesempatan menyaksikan seorang fotografer Belanda bersyahadat. Terharu rasanya menyaksikan seseorang dengan kesadaran memasuki Dien ini. Yang memimpin upacara-nya orang Belanda yang selama ini jadi Ustadz-nya para mualaf Belanda di masjid Al Hikmah. Semuanya berlangsung dalam bahasa Belanda, dan meski dengan bahasa yang tidak dimengerti, keharuan itu tetep memenuhi dada.

Di Masjid Al Hikmah ini juga pada 10 malam terahir disediakan sarana untuk i’tikaf. Menjelang sahur ada solat tahajjud bersama dilanjutkan sahur bersama. Kebanyakan pesertanya Bapak-bapak, meski ibu-ibu pun ada juga :-).

Al Hikmah Den Haag
Idul Fitri di Masjid Al Hikmah Den Haag

Hari Raya kami sekeluarga sholat Idul Fitri di Masjid Al Hikmah. Terasa banget koq suasana lebarannya :-). Agak siang dateng ke open house bu Dubes di Wisma Duta Wassenaar, ketupat, opor, sambel goreng ati tetep ada, tak kehilangan suasana lebaran tanah air. Setelah itu selama seminggu banyak undangan open house, tetep dengan menu lebaran.

Jadi pengalaman Ramadhan dan Idul Fitri di Den Haag alhamdulillah menyenangkan dan tidak menderita hehehe… Mudah-mudahan pendidikan Ramadhannya berbekas di sepanjang taun sebelum Ramadhan berikutnya dan masih bisa bertemu lagi dengan Ramadhan di mana pun berada :-). Amin.