Mekar Dimanapun Ditanam

Ga kerasa banget udah setaun di Den Haag. Alhamdulillaah semuanya berjalan lancar, mudah-mudahan akan selalu. Teringat setaun yang lalu setengah gamang setengah siap memulai catatan baru dalam hidup keluarga. Terinspirasi kata mutiara, “There is no growth in comfort zone, there is no comfort in the growth zone”, berbekal niat yang baik, dimulailah perjalanan itu.

Sebelum pindah sudah yakin seyakin-yakinnya bahwa pindah bukanlah hal yang mudah. Apalagi sekarang buntut sudah dua dan si sulung sudah cukup besar untuk bisa terlibat secara emosi dalam segala proses perubahan ini. Ibu dan Bapak memang harus banyak menumbuhkan semangat dan keberanian di hati si teteh sehingga dia pun akhirnya bisa menikmati proses pindah tersebut.

Sementara saya sendiri, yakin dalam hati bahwa akan kehilangan KL dengan segala kehidupan dan kesibukannya. Bukan cuma kesibukan di rumah dan anter jemput anak ke sekolah dan tempat2 mereka beraktivitas, tapi juga kehilangan komunitas dan kesibukan yang sudah menjadi denyut nadi sehari-hari. Diri membesarkan hati teringat sebelum pindah ke KL pun begitu berat meninggalkan pekerjaan, begitu besar rasa sayang yang mengganjal akan ilmu yang tidak akan lagi teraplikasikan; tapi masha Allaah, Allah menggantinya dengan yang lebih baik. Komunitas yang luar biasa dan kesempatan menimba ilmu yang ternyata masih banyak yang belum dipelajari.

Untuk menguatkan diri, saya membuat target-target pribadi yang ingin saya capai kalau ternyata kehidupan di Den Haag akan membosankan dan membuat saya banyak berdiam di rumah. Detail dan rinci saya buat target-target pribadi yang memang membutuhkan waktu bersendirian di rumah untuk mencapainya. Namun ternyata hanya beberapa bulan di awal saja saya bisa menjalani aktivitas yang membuat saya bisa mencapai target pribadi tersebut, menginjak bulan ke-4 saya mulai  banyak kesibukan yang membuat target pribadi harus diturunkan.

Kimia SMA
Kembali membuka buku Kimia SMA

Belakangan malah saya mulai kewalahan dengan kesibukan. Diantaranya yang cukup menyita waktu adalah ngajar les privat kimia anak kelas 12 yang sekolah di Sekolah Indonesia di Netherland. Kalau sekedar ngajar mungkin tak banyak memakan waktu, tapi menyiapkan bahan ajar ini yang lumayan menyita. Meski saya sering rindu dengan kamera, photoshop, dan aktivitas komunitas lainnya, tapi ternyata saya juga mencintai kehidupan yang baru ini. Menyiapkan bahan les, membuka buku-buku ajar kimia dari kelas 1 sampai kelas 3 dan membuat rangkumannya dalam tema-tema tertentu, mengerjakan kembali soal-soal kimia (yang semasa SMA sangat saya suka) untuk kemudian membagi pengetahuannya dengan siswa yang saya ajar, berusaha membuat pengajaran yang terstruktur dan dipahami sehingga siswa ajar bukan hanya apal cangkem tapi juga memahami apa yang saya ajarkan… membuat saya merasa bersemangat 🙂

Kesimpulan ceritanya, saya jadi semakin yakin dan percaya bahwa di mana pun Allah menempatkan kita, selalu ada ladang amal untuk menuai pahala yang disediakan untuk kita. Tinggal kita yang pandai-pandai mencari dan memanfaatkannya :-).

Ramadhan dan Idul Fitri di Den Haag

Mudah-mudahan belum terlalu terlambat buat mencatatkan kenangan Ramadhan dan Idul Fitri pertama di Den Haag :-). Awalnya cukup geumpeur kalo bahasa Belanda-nya mah (khawatir terjemahannya meski tidak pas) menghadapi Ramadhan di musim panas. Hari pertama Ramadhan, subuh pukul 03.15 dan maghrib pukul 22 lewat. Tapi alhamdulillah hari pertama terlewati, bahkan Raisha pun ikut puasa penuh. Hari berikutnya, karena melihat Raisha cuman minum 2 gelas selama 24 jam (sahur segelas, maghrib segelas), Raisha dibangunkan agak lambat meski masih gelap. Membiarkan dia minum 3 gelas dahulu baru mulai puasa. Berlangsung seminggu Raisha sahur terlambat, setelah itu dia kembali ke jadwal puasa yang sama dengan orang tua karena sudah bisa minum lebih banyak ditambah jadwal Subuh dan Maghrib juga sudah sedikit demi sedikit bergeser. Akhir bulan Ramadhan, Subuh sekitar pukul 04.15 dan Maghrib sekitar pukul 21.00.

Yang paling dirindu dari Ramadhan di KL adalah Ramadhan Learning Session buat anak-anak dan tadarus bersama setiap pagi :). Alhamdulillah untuk tadarus jamaah di sini tergantikan dengan mengikuti tadarus jamaah melingkari laptop di Skype bersama muslimah Keluarga Muslim Delft setiap sore jelang Maghrib. Tak menggantikan indahnya pertemuan tetapi cukup membawa suasana Ramadhan di rumah :-).

Setiap hari Jumat kami sekeluarga mengikuti acara Buka Puasa Bersama di KBRI. Ada ceramah sebelum waktu berbuka dan setelah berbuka sebelum Isya dari Ustadz yang khusus didatangkan dari Al Azhar Kairo selama Ramadhan ini. Melipur dahaga akan siraman rohani. Beliau juga yang mengimami solat jamaah termasuk solat tarawih (menuliskannya pun membuat rindu akan suasananya). Biasanya acara selesai pukul 00.30 (karena Isya-nya juga sudah sangat malam). Oiya, Bu Dubes Belanda ramah baik-hati dan sangat berbaur dengan seluruh warga Indonesia. Beliau bahkan ga segen2 beresin piring yang masih tercecer di lantai saat tempatnya mau digunakan untuk sholat Isya. Mudah-mudahan semakin banyak pejabat Indonesia yang berbaur dengan para rakyat jelita seperti kita ini ya :-).

Kalau hari Sabtu, selama 5 kali buka puasa, sekali mengikuti buka puasa bersama-nya perhimpunan mahasiswa muslim rotterdam di Schiedam, sekali ngikut buka puasa bersama Keluarga Muslim Delft, dan sisanya di Masjid Al Hikmah, masjid Indonesia. Sama ini juga, sebelum buka ceramah, abis buka ceramah lagi, lanjut sholat Isya dan tarawih. Buka puasa bersama yang terakhir, di malam takbiran, kami berkesempatan menyaksikan seorang fotografer Belanda bersyahadat. Terharu rasanya menyaksikan seseorang dengan kesadaran memasuki Dien ini. Yang memimpin upacara-nya orang Belanda yang selama ini jadi Ustadz-nya para mualaf Belanda di masjid Al Hikmah. Semuanya berlangsung dalam bahasa Belanda, dan meski dengan bahasa yang tidak dimengerti, keharuan itu tetep memenuhi dada.

Di Masjid Al Hikmah ini juga pada 10 malam terahir disediakan sarana untuk i’tikaf. Menjelang sahur ada solat tahajjud bersama dilanjutkan sahur bersama. Kebanyakan pesertanya Bapak-bapak, meski ibu-ibu pun ada juga :-).

Al Hikmah Den Haag
Idul Fitri di Masjid Al Hikmah Den Haag

Hari Raya kami sekeluarga sholat Idul Fitri di Masjid Al Hikmah. Terasa banget koq suasana lebarannya :-). Agak siang dateng ke open house bu Dubes di Wisma Duta Wassenaar, ketupat, opor, sambel goreng ati tetep ada, tak kehilangan suasana lebaran tanah air. Setelah itu selama seminggu banyak undangan open house, tetep dengan menu lebaran.

Jadi pengalaman Ramadhan dan Idul Fitri di Den Haag alhamdulillah menyenangkan dan tidak menderita hehehe… Mudah-mudahan pendidikan Ramadhannya berbekas di sepanjang taun sebelum Ramadhan berikutnya dan masih bisa bertemu lagi dengan Ramadhan di mana pun berada :-). Amin.

 

 

Keseharian di Negeri Kincir Angin

Alhamdulillah ya, udah lebih sebulan ga sempet update blog. Sedang menyesuaikan diri dengan jadwal sholat di saat musim semi dan panas yang agak berat buat orang yg ga bisa tidurnya kepotong-potong kaya saya. Ditambah faktor usia tampaknya. Delapan taun yang lalu saya tidak merasakannya seberat ini. Akibatnya pekerjaan di siang hari ga efisien, malam hari ketiduran dengan kualitas tidur yang tidak efektif. Masih berharap mudah2an bisa segera menyesuaikan diri.

Melewatkan bulan Mei, ulang taun Kang Mas, tanpa posting. Emang garing juga secara waktu beliau ulang taun, kami lagi boyongan nginep di hotel nan terpencil di Oostvoorne, deket Rotterdam karena Mas ada offshore training dan Raisha lagi libur, jadi daripada 3 hari tanpa pria di rumah akhirnya kita boyongan. Sempet bikin nasi kuning pake rice cooker di hotel, dah bekel juga ayam goreng dan tempe kering serta mentimun dan tomat sekedar mengingat momen sekian puluh taun yang lalu saat ibu mertua berjuang melahirkannya. Alhamdulillah diberi sehat, rizki, dan iman hingga usia sekarang. Mudah-mudahan selalu di dalam ni’mat iman dan diberi umur yang makmur dengan amal sholih, amin.

Dingin mulai tidak menusuk lagi meski masih berjaket ke mana-mana. Pernah kejadian jemput Raisha, dan anak-anak tertidur di bis, padahal jarak deket aja. Saya pun agak terpejam dan kurang sadar. Sampai di tujuan buru-buru bangunin Raisha dan gendong Dinda. Raisha yang terbangun mendadak segera turun dan lupa sama tas-nya. Alhamdulillah bisa diambil di bagian “lost and found” keesokan harinya. Tapi suami mulai semakin gencar nyuruh nganter-jemput pake mobil. Akhirnya memberanikan diri dan sampe sekarang masih nyetir sejarak 1.4 km saja antara rumah-sekolah, blm merambah ke tempat lain. Kalau hari Senin, ikut Pengajian Ibu-ibu Malaysia, tetep naik trem ke rumah Kak Ella dan pergi numpang Kak Ella. Week-end kalo keluar kota, suami yang nyetir. Kalo dalam kota aja sih naek sepeda :-).

Bersama di depan Paleis Het Loo

Kegiatan week-end selain grocery shopping, sebulan sekali ada pengajian keluarga. Sebulan sekali ada TPA buat Raisha dan Dinda, jadi mereka bisa ketemu sama temen-temen orang Indonesia sambil belajar ngaji sama-sama. Mas mulai seminggu sekali rutin main tenis sama Bapak-bapak temen ngaji keluarga. Kadang sama temen-temen pergi bareng, tadabbur alam ceritanya. Kadang ada acara olahraga bersama alias sport day yang dilanjutkan dengan bakar-bakar sate kalo udara lagi bagus. Alhamdulillah, mulai punya kehidupan sosial di sini.

Sementara target pribadi belum juga tercapai hehehe, mudah-mudahan segera. Anak-anak juga belum mulai piano lagi, taekwondo lagi, masih menikmati week-end bebas ke mana-mana. Pengennya sih piano hari kerja aja, mudah-mudahan segera dapet gurunya. Ibu-bapak mulai les bahasa Arab. Alhamdulillah ada Ustadz Hambali yang bersedia datang ke rumah dan membagi ilmunya. Buat ngaji dengan depth of field yang dalam, tetep mengandalkan Tafsir Kamis Ust. Muntaha dan Ust. Supeno via Skype. Syukur tak terukur buat semua kesempatan menggali ilmu yang ada.

 

Parents-Teacher Meeting dan Masa Kanak-kanak

Ga kerasa udah mid-term aja, ada undangan parents-teacher meeting. Dikasih alokasi waktu dan dipersilakan milih. Kami milih sore pulang kantor jadi KangMas bisa dateng juga dan pergi bareng dari rumah, sepedahan sore-sore.
Sampe di sekolah nunggu bentar sebelum akhirnya dapet giliran.
Seperti biasa kami dengerin komentar dari gurunya. Standar aja sih, Raisha bisa beradaptasi dengan baik, dia is the top in class, bacanya lancar, nulisnya rapi, englishnya excellent, dia mengerti dan aktif saat guru menerangkan pelajarannya, dan math-nya juga okey.

Ruang Kelas Raisha
Ruang Kelas Raisha

Oiya di sekolah Raisha seperti yang pernah diceritain awal-awal dulu, pendekatannya sangat personal. Jadi setiap anak assignment-nya beda-beda disesuaikan dengan kemampuan ga dipaksa harus mengikuti standar tertentu. Misalnya untuk spelling test, ada levelnya, jadi meski satu kelas spelling testnya belum tentu sama (hampir pasti beda hehe). Reading juga dibagi-bagi dalam colour level. Kemampuan membaca anak terpantau banget karena mereka tiap hari membawa pulang buku untuk dibaca yang udah dibaca bersama gurunya di sekolah. Si murid membaca dan guru mendengarkan. Nanti sang guru mencatatkan kesan pesannya di Reading Record. Anak-anak dididik untuk cinta membaca sejak dini jadi mereka terbiasa baca di mana aja.

Kami orang tua Raisha emang ga pernah kuatir dengan literacy Raisha, dia memang really into it. Seneng banget sama baca-baca, nulis-nulis. Yang kita suka bertanya-tanya matematiknya, abis dia ga terlalu suka dan gampang nyerah, ditambah tak terpantau karena ga ada PR dan buku semua ditinggal di sekolah. Tp ternyata matematiknya juga oke. Miss Fran, wali kelasnya, bilang dia ga ada masalah dengan matematik. Liat nih, dia bisa mengerjakan ini dengan lancar, sambil nunjukkin satu halaman kerjaannya. Mas dan saya nyengir, secara itu yang dikerjain dengan lancar udah setengah mati saya ajarin waktu dia mau ujian masuk kelas 1 dari reception.

Jadi inget pidato akhir taun ajaran dan perpisahan Mr. Christopher Fitzgerald, kepala sekolah Raisha yang lama di Mutiara. Waktu itu acara Speech Day and Prize Giving Ceremony. Kami dateng karena selain saya emang selalu berusaha hadir di acara sekolah Raisha, Ms. Esther, wali kelas Raisha dah sengaja dateng ke mobil waktu saya jemput Raisha minta saya hadir. Pas pidato akhir taun ini, Mr. Fitzgerald mengungkapkan fakta-fakta ttg pendidikan. Yang pertama yang membekas banget, usia mulai pendidikan belum menentukan hasil pendidikan di kemudian hari. Beliau ngasih contoh di Finlandia, usia memulai pendidikan dasar adalah 7 taun tapi terbukti Finlandia adalah penghasil lulusan2 terbaik di dunia dibandingkan di Amrik yang memulai di umur 5 taun.

Udah gitu ternyata juga lamanya seorang anak belajar di kelas belum tentu menghasilkan penyerapan ilmu yang lebih banyak. Mr. Fitzgerald bilang, jadi coba para orangtua yang membawa anaknya ke kelas2 pelajaran tambahan melakukan pratinjau lagi apakah hasilnya cukup efektif atau hanya membuat anak lelah.

Dan yang penting lagi, penguasaan bahasa ibu. Anak selayaknya lancar dan fasih berbahasa ibu dulu sebelum bertambah (bukan berpindah) dengan bahasa lain. Ini memudahkan anak untuk menguasai banyak bahasa dan menekan tombol switch saat harus berbicara dalam berbagai bahasa. Saya perhatiin di sini temen-temen Raisha lebih nyaman menggunakan bahasa ibu-nya dibanding bahasa inggris. Jadi kalo orang tua menjemput, mereka langsung tekan switch pindah bahasa ibu, kalo ngobrol sama temen baru ganti lagi. Beda sama waktu dulu di Mutiara, lebih sering terlihat saat anak sudah bersama keluarga pun mereka tetep berbahasa Inggris.

Sukaaa banget deh sama pidatonya Mr. Fitzgerald ini. Soalnya mendukung saya buat ga masukin Raisha (dan Dinda nantinya) ke berbagai macam les yang sifatnya akademik. Jadi mereka punya lebih waktu untuk bermain dan belajar yang lain-lain; kayak taekwondo, balet, piano dan sebangsanya. Saya sangat menghargai masa kanak-kanak yang cuman 12 taun ituh… Manfaatkan buat having fun sepuas-puasnya. Main yang fun, taekwondo dengan gembira, balet krn seneng, piano juga bikin hepi sehingga sekolah pun ga bosen dan dinikmati ;-).
Anyway, kalo saya menekankan penggunaan bahasa ibu sama Raisha dan Dinda sebenernya sederhana, liat temen2 kuliah dulu bisa menguasai 3 – 5 bahasa, gampang banget switch-nya, jadi pengennya anak2 juga bisa banyak bahasa dan pastinya ga lucu kalo bisa banyak bahasa ga bisa bahasa ibu-nya :D.

Empat Tahun Kehadiranmu

 

 

26 Februari kemaren, Dinda genap 4 tahun. Dinda inget kalo ulang taun-nya itu ga lama sesudah Maiza, sahabatnya di KL. Jadi abis Maiza ulang taun, dia udah suka pengumuman sama ibu, bapak, dan tetehnya kalo dia sebentar lagi 4 taun supaya ga lupa kadonya *hadeuh*.
Ulang taun memang salah satu momen istimewa di keluarga. Bukan yang dirayain ngundang2 temen atau bikin acara rame, cuman sekedar supaya kita merasakan ada yg beda dari rutin biasa. Ada masakan ibu yang ga biasa. Kapan lagi ibu bikin nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya kalo bukan ulang taun. Jadi ya cuman 3 kali setaun, ulang taun Mas, Raisha, dan Dinda. Ada potong kue yang juga buat keluarga kami istimewa secara semua di sini pencinta gorengan jadi jarang-jarang makan kue. Ada doa yang dipanjatkan terkhusus buat yang ulang taun mengharap usia yang tersisa bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dan pastinya kalo yang ulang taun si anak, ada sedikit pesan2 sponsor alias target yang diharapkan dicapai di usia barunya.

Jadi ya begitulah, dinda minta kado barbie dan cake ulang taun barbie juga. Ibunya tepok jidat. Maklum baru di Den Haag, blm tau tempat beli bahan kue (karena ga tau kehalalan cake yang dijual di bakery, pastinya harus bikin). Akhirnya dibujuk lah supaya mau cake coklat sajah alias blackforest. Dinda setuju waktu dibilangin kita susah cari yang halal di sini. Nyari di Mbah Google resep blackforest. Lanjut nyari bahan-bahan kue di supermarket. Itu pun susah payah dan seadanya karena dibatasi kode2 emulsifier yang dinyatakan haram.
Oiya pas nyari resep di Google itu, yang pertama keluar adalah resep blackforest yang saya bikin waktu ulang taun Mas ga lama setelah kami nikah alias 7 taun yang lalu. Saya ketawa sendiri waktu sadar udah 7 taun ga baking. Jadi inget beberapa taun yang lalu ada temen kuliah yang pindah ke KL. Trus kita diundang dateng ke housewarming-nya. Di sana ada brownies yang dibawa dari bakery di Jakarta. Temen saya nyodorin ke si Mas, “Ini cobain deh, lebih enak dari brownies-nya Vidi.”
Si Mas malah nanya, “Emang brownies-nya Vidi kaya apa?”
Saya bilang ama temen, “Dia ga pernah nyobain kue bikinanku, Bang ”
Temen saya melongo, “Hah, serius loe Din, ga pernah nyobain brownies bini loe?”.
Si Mas menggeleng. Masih ditanyain lagi, “Pudingnya?”
Tentu aja geleng lagi hehehe…
Temen saya bilang, “Rugi baget loe hehehe… Kita jaman kuliah langganan brownies n puding-nya Vidi.”
Heuheuheu… bakul kue jaman kuliah, yang hiasannya tiada seindah jaman sekarang. Pensiun karena suami ga suka kue dan alih profesi jadi tukang gorengan. Kemudian pensiun juga waktu suami kudu ngurangin makan gorengan karena bakat kolesterol tinggi.

Singkat cerita, akhirnya saya baking lagi. Kebetulan waktu itu Raisha juga lagi libur sekolah, jadi anak2 di rumah aja. Mereka super excited liat ibunya baking dari sejak mulai ngocok telor hehehe…
Akhirnya jadi juga blackforestnya. Cuman disiram choco glaze icing karena hari sebelumnya nyari-nyari whipped cream dan butter belum nemu yang halal. Tapi kayanya Dinda ga pernah lebih bahagia dari kemaren waktu liat birthday cake
Dilanjutkan dengan bikin nasi kuning dan lauk-pauknya. Mengganti urap sayur dengan capcay karena belom bisa bikin taburan kelapa dari serbuk kelapa instan. Tapi ternyata lebih disuka sama anak-anak.

Jadilah malam istimewa itu. Dinda dapet kado yang dia pilih sendiri, ngakunya pengen Barbie tp sampe toko mainan minta stroller buat dede bayinya yang di Belanda (yang di Bandung bawaan dari KL buat dede bayi yang di Bandung katanya). Dinda potong kue-nya, trus kita makan nasi kuning setelah sebelumnya berdoa sambil titip pesan-pesan sponsor buat Dinda. Kalo udah 4 taun, sebelum bobo harus pipis ya Din, jadi ga ngompol lagi. Trus mulai belajar ngaji-nya tiap hari ya. Belajar sholat Maghrib jamaah sama semua, jangan sambil nangis-nangis bilang cape ya. Berenti marah-marah dan ngamuk-ngamuk ya. Tetehnya disayang jangan dijajah terus. Dan seterusnya dan seterusnya. Dinda yang sedang berbahagia dapet birthday cake yang dia ikut andil mecahin telor buat bikinnya cuman mengangguk-angguk setuju. Mudah-mudahan ya Din…

~ Kit for scraps: A Good Read Kit from Millstream Cottage

Out of Comfort Zone

Udah 3 minggu di Belanda, tepatnya Den Haag. Alhamdulillah, kumpul lagi ama suami. Kembali lagi ke rutin, rutin yang sangat beda dengan dulu.
Keluar dari zona nyaman setelah hampir 6 taun di dalamnya awalnya terasa menakutkan. Apalagi ternyata benar dalam arti harfiah juga. Terbiasa nyaman dalam dekap sinar matahari sepanjang hari, atau kalo sedang tak ada pun tak pernah kedinginan, sekarang bahkan di saat mendarat pun disambut -6 derajat celcius yang terus menurun dari hari ke hari sampe dinda sering nangis kalo lg harus keluar rmh. Antar-jemput anak suami pake MyVI, ga kepanasan ga keujanan, berganti dengan berjalan dalam dingin selama 20 menit menuju halte bis untuk kemudian naik bis selama 3 menit, untunglah pagi-pagi Raisha berangkat dengan jemputan. Terbiasa mudah berkomunikasi di mana saja, sekarang… hmmm, ga bisa bahasa belanda samsek hihihi… Kadang kalo diajak ngomong ada juga nangkepnya klo pas mirip-mirip jerman, tp banyaknya ga ada miripnya tuh.
Kebiasan sibuk ngurusin macem2, sekarang di rumah aja bulak balik masak buat pasukan yang selalu lapar tapi sulit makan di luar. Ga ada lagi masak cuma sehari sekali, ntar siang/malem catering Budhe Ning, atau beli siomay Teh Helma/Teh Renny, nyetok pempek dan tekwan bu Jun.

Dinda dan kebab
Dinda menikmati kebab

Bukan berarti kita ga pernah makan di luar sih… Kalo Sabtu dan Minggu jadwal masak berkurang jadi sekali atau 2 kali aja sehari krn kita biasa makan kebab di warung turki. Raisha ga terlalu suka, jadi dia paling pilih kentang. Kalo Dinda… hmmmm, doyan bangettt :-). Padahal pas hamil dua-duanya ngidamnya kebab loh, tapi hasilnya cuman Dinda yang doyan :D.

 

Jemput Raisha
Jemput Raisha di sekolah

Tapi alhamdulillah, so far semuanya baik-baik aja. Raisha dengan mengejutkan melalui hari-hari pertamanya di sekolah dengan percaya diri ga pake nangis-nangis. Bahkan di hari kedua sekolah dia udah berangkat naek jemputan (yang kayanya membuat dia lebih nyaman dibanding jalan ke halte bis dingin2 di pagi hari).
Sekolahnya sendiri sama kurikulumnya sama Mutiara, sekolah Raisha yang lama. Jadi dia ga banyak kesulitan adaptasi dengan kurikulum. Bedanya, pendekatannya lebih personal, jadi setiap anak assignment-nya beda-beda disesuaikan dengan kemampuan. Raisha hanya mengeluhkan pelajarannya terlalu gampang sekarang, baik spelling test, reading, maupun numeracy-nya :-). Di kelas cuman ada 5 orang anak perempuan, sisanya laki-laki. Jadi anak berlima ini cepet akrab.
Dulu di Malaysia kami orang tua ga banyak cerita soal makanan halal, mungkin karena di sana makanan halal bukan sesuatu yang susah. Sekolah pun nyediain makanan yang halal. Di sini kita bilangin sama Raisha untuk ga sembarangan makan, kalo dikasih sama temen bilang aja thank you, I’m full. Dia ternyata ngerti banget, thx to Dr. Hoccine yang menurut Raisha banyak menerangkan soal makanan halal ini. Kebetulan sekolah sekarang ga nyediain makan, jadi Raisha selalu bekel snack dan makan siang dari rumah.

Oiya, kami tinggal deket sekolah Raisha sebenernya. Hanya 7 menit kalo naik sepeda. Cuman karena dingin jadi belum naik sepeda ke sekolah.
Tetangga di apartemen atas dari Saudi Arabia, kami sempat berkenalan waktu saya baru aja sampe. Kadang kalo Maghrib di kamar anak2 (tempat kami menyediakan pojokan untuk sholat dan ngaji), terdengar adzan dan suara imam memimpin sholat. Menghangatkan.
Tetangga sebelah orang Belanda yang baik dan ramah. Hari ketiga kami tinggal di sana, listrik jegleg. Week-end, dan kami akhirnya pasrah nunggu Senin setelah ga bisa menaikkan sikring ke atas untuk membuat listrik kembali menyala. Sang tetangga, suami-istri yang baik itu bolak balik ke rumah, meriksain. Sebelum akhirnya mereka menyerah, pulang, dan menelpon kakak mereka yang katanya lebih jago secara teknik. Balik lagi bawa senter banyak in case kami tetep ga bisa nyalain listrik. Trus sesuai saran sang kakak, kita unplug semua colokan listrik dan lampu. Alhamdulillah akhirnya sikring bisa naek lagi dan listrik kembali menyala.

Al Hikmah Den Haag
Masjid Indonesia Al Hikmah

Selama 3 minggu di sini, baru sempat sekali ikut Pengajian Ibu-ibu Malaysia (yang ustadznya orang Indonesia dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga para ibu Melayu itu cenderung familiar dengan kata-kata bahasa Indonesia). Thx to Mbak Een yang hari itu udah jemput, minjem car seat buat Dinda duduk di mobil, sampe nganter pulang ke rumah lagi (ditambah krn saya lupa bawa dompet, utang untuk urunan hehehe).
Pernah juga sholat Zhuhur di Masjid AlHikmah, masjid Indonesia di Den Haag. Ketemu dengan seorang Ibu yang ngajakin untuk dtg tabligh akbar bersama Aa Gym. Kami kemudian datang ke tabligh akbar tersebut. Ada banyak warga Indonesia berkumpul di sana mendengarkan ceramah, alhamdulillah… Dan teuteup dong, tak bisa menggantikan kerinduan pada Kajian Tafsir Kamis bersama Ustadz Muntaha dan ceramah2 Pengajian WIATMI bersama berbagai Ustadz yang luar biasa. Tetep bersyukur, alhamdulillah, masih bisa denger ceramah di sini.

2011 – Taun Pindahan

Ga kerasa udah masuk taun 2012. Cuman ada 3 tulisan taun lalu. Tampaknya sibuk banget sampe ga sempet nulis-nulis. Tepatnya ga nyempetin sih.

Mengawali taun 2011 dengan pertanyaan standar: akan ada di mana kita sekeluarga setelah bulan Maret? Seperti biasa, akhir Maret adalah akhir kontrak kerja suami dengan kantornya. Tapi ternyata nasib masih membawa kami tinggal di KL meski udah berulang kali bertanya pada diri sendiri kapan berani mengakhiri zona nyaman :-).

Sebagai langkah awal perubahan, akhirnya kami pindah tempat tinggal. Tetep di Kampung Warisan karena udah ga bisake lain hati. Hanya saja mengingat kondisi setrikaan yang lebih sering menumpuk daripada tertata rapi di lemari, kami berpikir sang setrikaan ini layak untuk dapet kamar sendiri. Kami pindah dari unit apartemen berkamar 2 ke yang unitnya ada 3 kamar. Alhamdulillah, ga pusing rebutan tempat lagi sama baju-baju yang belum disetrika.

Anak-anak melalui taun 2011 dengan banyak aktivitas. Raisha memulai term kedua di kelas 1 dan mengakhiri term ketiga dengan baik. Sebenernya lebih dari baik sih karena dia mulus menjalani kelas 1 tanpa nangis ditinggal Ibu. Mengawali parents meeting dengan komen kurang semangat kalo belajar matematik, Raisha menutup akhir term 3 dengan mendapatkan poin tertinggi untuk exam math (dan duduk di peringkat 3 di angkatannya).

Taun ini juga Raisha menyelesaikan kelas Yamaha Junior Music Course-nya setelah 2 taun ikut kelasnya. Lulus ujian, dia lanjut ke Yamaha Junior Extension Course. Baletnya masih berlanjut. Raisha emang selalu penuh semangat kalo urusan ekstra kurikuler. Awal term pertama di kelas 2, Raisha mulai ikut taekwondo atas permintaan sendiri. Alhamdulillah meski hanya seayat-2 ayat sehari, Raisha rutin baca Quran sama Bapak (atau Ibu kalau Bapak lagi ga ada) selepas solat Maghrib, selain seminggu dua kali bareng temen-temennya sama Ustadz/Ustadzah. Hafalannya juga terus bertambah. Dulu kita suka ngajarin 2-3 ayat untuk dihafalkan setiap hari, biasanya sebelum tidur. Tapi koq kayaknya susah banget. Sampe suatu hari tiba-tiba dia apal satu surat tanpa diajarin, katanya karena sering denger surat itu dibacakan Bapak kalo solat jamaah. Akhirnya metodenya diubah, setiap berangkat sekolah di mobil diputer surat yang perlu dia hafal, sehari-2 hari biasanya dia terus hafal dan bisa lanjut ke surat berikutnya.

Bulan Juli 2011, tepat 6 taun Raisha memberi warna dalam kehidupan kami. Sementara adiknya 3 taun di bulan Februari. Dinda masih sekolah di tempat yang sama, montessori yang cocok banget buat dia tumbuh dan berkembang. Mengingat Dinda ini sangat berbeda sifatnya dan pastinya penangannya ama Raisha, montessori yang membuatnya berkembang tanpa terasa emang cocok buat dia. Tiba-tiba aja udah bisa ngitung one two three sampe twenty, padahal diajarin sama Ibunya ga bisa-bisa. Lanjut a, b, c sampe z. Awalnya ngajarin huruf hijaiyah juga susah payah ga ngerti-ngerti cuman ngikut aja, tiba-tiba umur 3.5 taun dia mulai minta diajarin dan udah bisa.dinda balet
Umur 3 taun diajakin Maiza ikut balet nemenin Maiza, keukeuh ga mau dengan sepenuh jiwa. Tiba-tiba suatu Jumat lagi nonton Angelina Ballerina dia minta les balet. Sabtu pagi bangun tidur dia udah nanya lagi, “Hari ini Dinda balet ya Bu?”. Akhirnya hari itu trial class dan dia okey. Setiap Sabtu rutin ga pernah telat mau balet. Dinda emang dari kecil udah tau maunya, ga bisa dibujukin, keras kepala, tapi sekalinya dia mau, dia akan sungguh-sungguh.

Sementara Bapak dan Ibu melalui taun ini seperti taun-taun yang lalu. Kecuali mungkin ada satu kejadian besar buat si Bapak, cedera lutut yang udah menahun di kakinya akhirnya semakin parah saat harus mengejar bola waktu main tenis. Setelah 2 minggu ga ngantor karena ga bisa jalan, akhirnya beliau dioperasi. Lumayan menambah kerjaan sang istri, tapi dia mah emang bener-bener suami sholeh. Cuman seminggu aja harus full ngurusin dia, setelah itu masih bisa ditinggal ngaji ;-). Paling abis pulih sih harus anter-jemput aja selama 3 bulan (biasanya anter doang, itu juga yang bawa mobil ke kantor tetep dia).

Saya sendiri tetep berusaha konsisten di 3 aktivitas, Ta’lim dan Tahsin IndoKL, Pengajian Wiatmi, dan Tafsir Ust. Muntaha. Alhamdulillah, sedikit-sedikit nambah pengetahuan agama lama-lama menjadi bukit. Mudah-mudahan jadi bekal hidup dan konsisten bisa mengamalkan meski pelan-pelan.

Dan akhirnya menutup taun 2011 dengan pertambahan usia, serta perubahan kehidupan. Awal November, Mas resmi resign dari kantor untuk pindah ke tempat kerja baru di Leiden. Pindahan ke-2 dalam taun ini setelah sebelumnya pindah tempat tinggal. Another packing and unpacking moments, another year of movements.

Akhirnya 9 Desember 2011, setelah parents-teacher meeting Raisha di term 1 kelas 2, berlepas dari Kuala Lumpur. Membawa serta kenangan selama 5 taun lebih tinggal di sana dengan segala ceritanya. Meski berat, tetep membulatkan tekad untuk meninggalkan zona nyaman dan keep on moving (meski udah kelamaan diam). Bismillah…

Percakapan di Suatu Minggu Sore

Mas: “Neng, kapan kita bisa ngurusin surat mobil?” Ceritanya kita baru selesai ngutang 🙂

Saya: “Ehm, kapan ya?” sambil me-review kegiatan seminggu di hadapan, sebelum akhirnya bilang, “Minggu depan gimana, Senin depan aku kosongin jadwal…”

Mas: “Oke, jangan lupa ya neng, kosongin Senin depan, sebentar koq katanya ngurusnya.”

Saya: “Sip!” sambil bersyukur punya suami penuh pengertian dan terbingung-bingung juga, yang ngantor siapa koq yang “sok” sibuk sapah 😀

Turning 3

She is turning three…
Still can’t believe it, she even has not yet had any younger sister/brother.
Waw… time is flying 🙂
Tau-tau udah lulus potty training.
Udah demen sekolah.
Alhamdulillah dapet sekolah yang cucok buat Dinda, dan juga buat ibu-bapaknya.
Udah pinter dan ceriwis banget.
Syukurnya lucunya belum ilang2, masih berasa punya baby.
Baby yang selalu ceria.

Happy birthday sweety,
semoga tumbuh sehat, cerdas, ceria, dan jadi wanita sholihah sebaik2nya perhiasan dunia 🙂

Raisha Pagi Ini

Raisha pagi ini

Pagi ini hari pertama sekolah di caturwulan ke-2.
Raisha bangun sendiri.
Wudhu di kamar mandi.
Ngikut ibu sholat subuh.
Abis itu langsung mandi.
Trus minta makan cereal.
Sekaligus ngemil brokoli.
Selesai makan baru sikat gigi.
Dandan rapi siap pergi….

Andai tiap hari, Nak cantik 😀