Saatnya Berhenti

Kadang ada saat-saat tidak menyenangkan atau tidak diinginkan. Bt saat menjalaninya, pengen cepet selesai, tp tampaknya koq tak pernah berakhir. Saat seperti itu cuman satu yang bikin bertahan; harapan. Harapan bahwa semuanya akan berlalu, optimis bahwa segala sesuatu pasti berakhir.

Saya pernah ada dalam kondisi luar biasa bt, very low… Kalo ada hujan, rasanya pengen deh hujan itu melarutkan diri seperti air melarutkan garam. Satu setengah tahun berlalu, segala cara dicoba; berada di lingkungan temen2 baru, kumpul bocah ama temen2 tk 95 yang sekitar 4-5 taun ga lagi saya jalanin sejak bertemu seseorang yang menghabiskan sebagian besar waktu saya, pindah kost dan kontrakan (ampe 2 kali, dari jakarta ke cikarang, dari cikarang ke cikarang yang lain), kursus bahasa (ampe 2 juga, bahasa jepang dan bahasa prancis), jadi workaholic (pulang dari kantor jam 8 malem kalo lagi di office, ato menyibukkan diri dengan travelling jenguk client, kamis malam baru mendarat dari lampung, jumat pagi nungguin start-up pabrik di subang sampe dini hari sabtu, sabtu pagi ke bandung nengokin problem boiler di pabrik tekstil), ngebut2an di jalan (jangan dicontoh deh, dulu sih pake alasan sales ngejar target penjualan), sampe akhirnya pindah kerja. Ga ada satu pun yang nolong. Rasanya ga bisa keluar dari perasaan low, bt, sedih, hampa (tsaaah), dan rasa2 tak enak lainnya. Akhirnya ya itu dia… berharap aja ntar juga lewat. Hampir 2 taun akhirnya perasaan itu memang berakhir. Ga ada usaha khusus, tiba2 aja hilang. Berganti dengan keceriaan masa muda (kekekek, I was 27 at that time and almost all of my friends were 20; mexican, very cheerful and so lively. Sometimes I felt that I was on their age hahaha). Tampaknya memang sudah waktunya untuk berhenti bt dan sedih.

Saya pernah insomnia (bagian dari bt di atas hehehe). Setiap malem guling-guling di kasur. Berusaha keras tidur, mandi air anget, mimik susu anget, baca buku teks supaya ngantuk, apa pun yang orang bilang bikin cepet tidur. Tidak berhasil. Mata tetap terpicing sepanjang malam. Ada saat2 terlelap, saya pikir udah semalaman, ternyata baru 15 menit. Siang hari badan rasa ga enak, kerja ga konsentrasi, lemah lesu tak berdaya, gampang nangis dan marah. Tidur di kontrakan yang sepi dan panas, di rumah di bandung yang adem dan nikmat di bawah selimut tebal, nyobain berbagai hotel selama traveling karena tugas kantor…, tak ada satu pun yang bisa bikin badan ini terlelap untuk jangka waktu semalaman. Suatu hari, Lufthansa yang membawa saya terbang dari Singapur ke Frankfurt melelapkan saya. Tak lama setelah terbang dari Changi saya terlelap, dan terbangun saat sudah sampai di bandara Frankfurt. Siangnya sampai di Leipzig saya tidak merasakan jet lag, langsung beraktivitas sampai sore. Malamnya saya tidur lelap sampai pagi, begitu juga malam-malam berikutnya. Tampaknya malam2 panjang saya telah berakhir. Mungkin sudah saatnya untuk berhenti insomnia.

Saya dulu jadi obyek percobaan orang tua dan orang di sekitar. Percobaan menghentikan kebiasaan saya untuk ngemut jempol. Mulai dari butrowali, balsem, plester, semua dicoba dioleskan di jempol saya untuk menghilangkan kebiasaan buruk itu. AlhamduliLlah ga ada yang berhasil. Sampe akhirnya di usia saya yang ke 14 tahun, saya sendiri yang memutuskan sudah waktunya untuk berhenti ngemut jempol.

Jadi saya tak berdaya waktu sejak usia 2 bulan, jungkel2 ngempotRaisha sudah fasih ngemut jempol. Bapaknya udah coba segala daya buat menghentikan selagi dia bayi. Kalo jempolnya dicabut dari mulut, bisa sampe jungkel2 dia mempertahankannya. “Wah terancam sampe kelas 3 SMP kayak ibumu kamu, Nak,” keluh sang Bapak.
Beberapa waktu yang lalu saya coba pasang plester di jempolnya. Plester lucu warna-warni. Dia excited saat memakainya. Bahkan bilang, “Keyennn,” sambil ngacungin jempolnya. Tapi kalo dia udah mau ngemut jempolnya… jangan ditanya deh, pasti teriak-teriak marah, “BUA, BUA!” Buka maksudnya. Ga tahan denger teriakannya dan teringat masa kecil saya, akhirnya saya menyerah. Yasud, silakan nak, emang enak sih yaaa….
Tp sejak 4 minggu yang lalu, rasanya saya ga pernah lagi liat Raisha ngemut jempol. Moga2 berlanjut terus. Mungkin ini sudah saatnya dia berhenti ngemut jempol….

Antara Mimpi dan Keyakinan

Februari sudah mendekati akhir. Awalnya saya pikir saya hanya menunda,… menunda bikin resolusi taun baru. Sekarang saya sadar, saya tidak akan membuat resolusi taun baru untuk taun ini. Saya terlalu bingung untuk menetapkan target dan menentukan langkah2 mencapainya. Lebih tepatnya, saya ada dalam kondisi ga tau mau ke mana dan mau ngapain. Boro-boro mikirin target jangka pendek tahunan, rencana global 10 taunan aja ga kebayang.

Belakangan ini terasa sulit untuk merancang dan mencapai sesuatu yang sesuai dengan rencana awal. Terlalu banyak disturbance, terlalu banyak variabel yang tidak bisa dikendalikan, terlalu banyak simpangan dan error… ah Pak Sas dan Pak Robert, kuliah Pengendalian dari bapak2 tampaknya tidak berhasil saya aplikasikan.
Belakangan ini saya jadi lebih terasa mengalir saja * atau lebih tepatnya terbawa arus *, mengikuti jalan nasib, tak berani menetapkan tujuan, apalagi untuk bermimpi dengan sepenuh keyakinan.

Padahal menurut hukum keyakinan yang dibisikkan seorang teman;

apapun yg kita yakini dengan sepenuh hati akan menjadi kebenaran kita
kebenaran itu yg membentuk realitas kita….
realitas kita yang membatasi semua kelakuan kita
dan capaian…

Di lain pihak, setiap kali bermimpi, saya justru merasa terbentur realitas. Akibatnya di saat mengkaji ulang masa-masa yang lalu dan merancang rupa masa di hadapan, perasaan tak berdaya hinggap. Pertanyaan, “Apa yang telah saya capai dalam umur segini dan apalagi yang mau saya capai?” terasa menakutkan. Menakutkan karena merasa tidak ada prestasi khusus yang telah dicapai, menakutkan karena belum terbayang apalagi yang ingin dicapai.

Tampaknya bukan saya seorang yang merasa seperti ini. Sahabatku di sini, dan di sana, juga beberapa surat elektronik yang mampir di inbox dari beberapa sahabat tampaknya merasakan kegalauan yang sama.
Mungkinkah ini hanya sekedar krisis usia 30 * what…?? udah 30 yah? *
Saya harap iya… Semoga segera lewat, segera berani kembali menggantungkan mimpi dan cita-cita, dan segera berdaya menggapainya dengan segala keyakinan.

Lagi2 seorang teman menyemangati lewat puisi indah dan bijak Toto Tasmara:

when you change your thinking you change your beliefs
when you change your beliefs you change your expectations
when you change your expectations you change your attitude
when you change your attitude you change your behaviour
when you change your behaviour you change your performance
when you change your performance you change your destiny
when you change your destiny you change your life

A Beginning

Minggu lalu, Agung & Martha dianter Puti muncul di rumah. It was really nice since I haven’t met the three of them for so long. I met Martha 2 years ago at my bestfriend wedding, Agung several years ago before he went to Germany (and he went there 7 years ago), and not to mention Puti. I think the last time I met her was when she and I were teenagers. Martha bawain Raisha buku tentang feeling yang bikin dia mencoba ekspresi2 yang ada dalam buku itu. Sampe sekarang kalo Raisha ditanya, “Mana buku yang dari tante?” pasti dia segera nyari2 buku itu.

ada tamu...Pertemuan singkat setengah hari itu cukup memberi warna baru dalam kehidupan saya di KL. Terus terang pas mereka dateng, bahan masakan sudah menjelang habis karena jadwal belanja mingguan adalah keesokan harinya. Jadi sebenernya dari awal saya berniat mengajak makan siang di luar aja meski bingung mo ngajak makan di mana yang enak. Tapi saya tetep nawarin buat makan di rumah, yang alhamduliLlah ditolak ama mereka hehehe… Selama ini, makan di luar adalah keterpaksaan. Terpaksa karena males antri bayar di Carrefour sementara bahan masakan udah abis dan kita udah keburu laper. Jadi kalo ngajak orang makan bingung mo di mana. Perasaan sepanjang makan di luar ga ada yang enak. Mungkin karena daerah jelajah juga terbatas; food court Carrefour, medan selera yang di Setiawangsa, ato food court KLCC yang masakan Jepang-nya pun bercita rasa Melayu-India. Untung lah ada Neng Puti yang ngajak makan di Nasi Kandar Pelita deket KLCC. Ternyata oh ternyata… enak juga ya makan di situ. Bisa buat alternatif kalo pengen makan enak di luar rumah (nyam nyam… menulisnya aja udah bikin ngiler kepengen nih). Tapi koq ya keduluan ama Martha ya bayarnya… niatnya mo nraktir malah ditraktir. Jadi enak deh…

Karena Agung ada kerjaan, abis makan kita check in ke hotel bertiga aja cewek-cewek. Dari parkiran ke hotel di daerah Medan Tuanku itu kita jalan sedikit. Raisha yang mulai familiar sama tamu-tamunya secara menakjubkan mau digendong ama Puti. Di jalan yang rata, dia dituntun, masih sama Puti. Bahkan saat ibunya ngulurin tangan buat gantian nuntun, dia ga mau. “Ibuna teu payu…,” kata Puti. Hahaha… tumben sekali kamu nak…
Karena takut terlalu sore, Puti pulang duluan. Raisha dan saya masih nemenin Martha nunggu Agung di hotel. Lagian tampaknya Martha juga ga bosen main ama Raisha, jadi saya ga terlalu kuatir mengganggu dia istirahat. Sorean, setelah Agung datang, Raisha malah bobo hehehe…

Nanggung, udah ampir waktu makan malem. Jadi akhirnya kita berencana makan malem bareng. Awalnya bingung lagi mo ngajak makan di mana, dah gitu neng Puti udah ga ada pula buat jadi pengarah. Agung yang ber-ide, di-iyakan Martha dengan slurp slurp-nya… tampaknya enak. Raisha dan Om Agung, lucu yaa...Johnys Restaurant, restoran Thailand katanya. Agung bilang adanya di Bukit Bintang ato di Berjaya Times Square (ups… yang tinggal di KL sapa yah??!!). Dia akhirnya memilih Berjaya. Saya ngasih tau Mas buat ketemu di sana sepulang kantor, ga lupa ngasih tau juga menurut Agung, Berjaya itu bisa dicapai dengan monorail, turun di stesyen Imbi (lagi-lagi bingung, yang lagi namu ke KL sapa yah?!). Kali ini Agung dan Martha yang berhasil menggendong Raisha.
Waktu di Thailand, Ctoon sempet ngajak kita makan malem di MK Restaurant, salah satu restoran Thailand paling ternama di sana. Saya sempet ngomong, “Di KL ada ga sih Mas yang kayak gini? Koq ga pernah liat?”
Kangmas tersayang yang ternyata biarpun 1/2 taun lebih lama tinggal di sini dari saya, pengetahuannya ga lebih banyak, menjawab, “Ga tau, ga ada kayaknya, di mana coba, ga pernah nemu kan?”
Johnys Restaurant adalah perwujudan MK Restaurant di Malaysia. Cita rasa-nya masih cita rasa Thailand, bukan yang sudah disesuaikan. Wah… dalam sehari, saya dua kali makan enak di luar rumah.

Kami berpisah setelah makan, meski kalo pertemuan dilanjutkan pasti bakal masih banyak cerita yang dipertukarkan.
Hari Sabtu, berselang sehari dari pertemuan itu, Mas ngajak ke Plaza Low Yat di Bukit Bintang buat window shopping. Saat malam tiba dan dia ngajak makan di luar… saya inget kalo Johny itu ada juga di Bukit Bintang. Meski ga tau tempatnya, saya ngajakin mas makan di sana. Meski nyari2 dengan feeling (mau nanya Martha/Agung udah malu ah), ketemu juga tempat itu. Heuheuheu… ini doyan ato kalap ya?!

Pertemuan hari itu bukan hanya menghasilkan tempat makan yang cukup menarik untuk dikunjungi, tapi juga menguatkan tekad untuk ikut pengajian ibu-ibu setiap Rabu karena meliat Raisha udah mulai mau dideketin orang. Apalagi kebetulan banget pengajian minggu berikutnya itu di rumah Puti. Dan alhamduliLlah semuanya berjalan lancar, Raisha ga bikin susah dan membuyarkan konsentrasi. Selain jadi ngaji bareng orang, saya juga jadi nambah kenalan di sini. Looks like my life here has just started 🙂

Photos courtesy of Mamagadia

Life is easier when you are 18 months

Dulu hanya mendengar… katanya perkembangan seorang anak batita itu cepat sekali. Pagi berangkat kantor belum bisa ngomong s, malemnya dah bisa. Sekarang bisa melihat dan merasakan sendiri, betapa setiap detik bisa memberi kesan perkembangan baik emosi, fisik, maupun nalar seorang anak.
Kata seorang yang memilih menjadi guru daripada dosen, menjadi guru tidak sekedar mengajar, tapi juga mendidik. Cermin kemajuan diri ada dalam pribadi anak didik. Seperti itu juga menjadi orang tua. Lima bulan yang lalu Raisha dibawa ke sini saat usia 13 bulan. Saya kembali jadi full time house wife yang diberi anugrah melihat setiap detik ia berkembang dan merasa ikut berkembang bersamanya

mamam ndiri aaaahDulu waktu dateng ke sini, Raisha belum bisa berdiri (yaaa, bisa sih, kalo dia mau), mandi jadi susah setengah mati karena dia takut jatuh. Sekarang dia sudah berlari. Life is easier now…
Dulu dia nakal sekali (yaaa, namanya juga anak kecil ga ngerti). Setiap kali ditinggal sedetik saja bersama makannya, pasti catastrophic failure. Nasi udah berantakan di meja ditaburi susunya, muka sudah penuh dengan masker yoghurt, lantai lengket dengan remah-remah nasi.
Sekarang dia sudah mulai makan sendiri. Kadang disuapin juga ga mau. Setiap kali makan, lebih sering saya hanya menyendokkan untuk dia suap sendiri. Itu pun kalo dia sudah mulai bosan dengan acara menyendok yang lumayan butuh keterampilan buat anak seusianya. Ibunya jadi bisa cuci piring selagi dia makan. Life is easier now…

Dulu dia penakut sekali. Ketemu orang pasti langsung mengkeret, megang ibunya erat-erat. Lebih tepatnya mencengkram kali ya. Sekarang udah beberapa minggu ini dia sudah tak terlalu mengkeret. Ibunya sekarang mulai berani keluar, meski masih deket-deket aja, buat arisan sambil bawa dia. Ga terlalu kuatir dia bakal rewel karena harus duduk manis selama beberapa waktu. Memberi kesempatan ibunya buat punya kehidupan sosial yang nyata dan tak sekedar maya.
asik asik main sama kak RaditRaisha mulai mau senyum sama orang, bahkan kalo sama anak kecil lain mau bermain. “Adi, Adi…” suaranya yang masih belum jelas manggil2 Kak Radit ngajak main. Hobinya main sama Bapak dan Kak Radit. Kalo udah main, ga mau pulang.
Kosa katanya sudah melebihi 50 kata, tak sempat lagi menghitung. Sudah pintar ngajak keluar rumah mengembangkan hobi mainnya, “U u.., keua..,” yuk, yuk keluar, sambil nunjuk-nunjuk pintu dan pake sandal. Sudah pintar bilang, “Nggaaaaa..” sambil geleng-geleng kepala kalo ga mau sesuatu. Mulai banyak menggunakan dua kata, “Ati aju,” sambil nangis, minta ganti baju, kalo bajunya kotor kena tumpahan makanan yang disendoknya. Kadang malah rangkaian tiga kata sudah mulai keluar dari mulut kecilnya, “Buuuu, bobo sini…” kalo baru bangun tidur dan masih males turun dari tempat tidurnya.

foto foto... gaya euy!!Seneng sekali kalo difoto. Segala rupa gaya dikerahkan. Begitu denger bunyi foto selesai, langsung lari liat hasilnya. Nak, nak koq endel amat yaaaa, kata bapaknya.
Usia 18 bulan waktunya imunisasi DPT4, Polio 5 dan HiB 4. Nunggu pulang ke Indonesia masih lama, jadi Raisha dibawa ke klinik deket rumah. Dokternya terampil sekali, cepat menyuntik sampe Raisha ga sempet nangis. Nunggu ditetes polio, ternyata vaksin-nya kombo DPT, Polio dan HiB. Ga cuman DPT-HiB trus polio oral sendiri. Ibu dokter nanya, “Memang di Indonesia masih oral ya polio-nya?” Saya ga tau. Selama ini selalu oral. Seingat saya, PIN juga polio oral. Pulang ke rumah saya cari-cari informasi. Ah ternyata menurut berita di salah satu situs yang bisa dipercaya (lupa apa), vaksin Aventis kombo DPT-Polio-HiB itu baru 2 hari sebelum Raisha disuntik diberitakan disetujui FDA dalam pemungutan suara dengan suara menang mutlak.
Malamnya Raisha sedikit rewel, daya tahan yang udah lebih terlatih tampaknya yang bikin dia besoknya udah bisa main ke Putrajaya jemput Oom TIL. Ah Raisha, life is easier now as you grow up… And suddenly I feel so old.

Going Down and Down

Duh heran deh ini berat badan. Koq ya terus menurun, hiks hiks… In a couple years I have lost 6 kgs. Padahal 3,5 taun yang lalu saya baru saja sukses menaikkan berat badan sebanyak 9 kg dalam 2 bulan (halah…). Iya, waktu di Leipzig, saya datang dengan berat 39 kg (eits, itu setelah sukses menaikkan sebanyak 3 kg after sebelumnya berat badan mencapai titik nadir 36 kg karena satu dan lain hal heuheuheu). Jadi saya memulai kehidupan di Magdeburg dengan berat 48 kg. Pulang ke Indo, karena banyak kerjaan, sedikit tidur dan sedikit makan akibat ngejar sidang thesis sebelum sang profesor berlibur, berat ada di titik 46 kg. Sempet naek ampe 60 kg setelah nikah, dan turun ke 55 kg setelah Raisha lahir. Waktu Raisha umur 5 bulan, berat sudah kembali ke 48 dan berharap bisa bertahan di situ. Harapan tinggal harapan. Di titik 48 saya mulai kerja lagi. Mungkin karena cape, sebelum berangkat ke KL, berat udah turun jadi 43 kg. Lagi2 berharap bisa naek lagi. Tp kemaren ketemu timbangan, dan ternyata sekarang berat udah jadi 40 kg. Hiks hiks hiks… So here I am, 162 cm – 40 kg….

A Small Reunion

Dulu rasanya cuman dalam mimpi bisa ketemu lagi ama temen2 kuliah di QSE (Abung, Yudhi, Havi, Adi, Joni ga termasuk di dalam barisan mimpi yaaa). But last week, the dream came true. Dimulai hari Kamis, Dhina kirim sms, “Oy… aku udah di Setiawangsa, harus nyebrang ya?” Padahal 1/2 jam sebelumnya daku masih sempet sms dia, sapa tau merasa perlu dijemput di KL Sentral gitu heuheuheu… meremehkan banget travel engineer kita. Padahal dia udah ngebayangin KL Sentral kayak terminal Blok M dan masih PD buat langsung ke rumah tanpa dijemput, palagi pas udah sampe KL Sentral yang ternyata cukup jelas segala petunjuknya.

Dhina dateng udah jam 1/2 6. Jadi dia cuman sempet sholat dan sedikit nge-charge batre kamera. Trus betiga ama Raisha ke KLCC. Berharap masih bisa dapet tiket naek ke sky bridge Petronas Twin Towers yang tutup jam 7 malem nih… Mimpi kali yeeee… Sampe sana jam 7 kurang 10, tentunya limited ticket ke sky bridge udah abis. Lucu ya…, sky bridge itu sekarang jadi obyek yang diburu turis. Padahal sempet nonton National Geographic Chanel, ternyata pada awal perancangannya, twin towers itu akan berdiri sendiri2 tanpa jembatan penghubung. Pembuatan sky bridge tersebut baru terpikirkan saat gedung sudah berdiri sekian puluh lantai dan orang2 mulai memikirkan tindakan penyelamatan jika terjadi kebakaran. Sky-bridge adalah suatu solusi. Jadi kalo kebakaran di tower 1, orang2 di tower tersebut di atas lantai 42 bisa menyelamatkan diri melalui skybridge ke tower 2.
However, kami tidak beruntung hari itu, tiket udah abis. Jadi Dhina memutuskan masuk ke toko souvenir petronas di sebrang counter ticket. Ga beli banyak2 krn rencananya mo ke Central Market dan Petaling Street setelah makan malem.

Apa daya abis makan malem hujan mengguyur. Jadi terpaksa nunggu dulu ampe ga terlalu deras. Soalnya repot juga jalan2 di tengah hujan, apalagi bawa Raisha. Akhirnya kita sampe Central Market jam 9 malem hiks hiks. Gerimis masih membasahi bumi. Central Market pas lagi tutup tutup. Mo ke Petaling Street rasanya ga mungkin karena masih gerimis. Akhirnya pasrah deh, pulang… Tampaknya Dhina harus kembali berkunjung ke sini supaya bisa jalan2 dan berwisata sepenuhnya.

Besok paginya kita berangkat naek Air Asia. Sampe di Suvarnabhumi, new airport-nya Thailand, kita sms Ctoon yang emang udah janji bakal jemput kita. Ga lama dia muncul di tempat yang dijanjikan. Still look the same, cheerful, talkative, but much slimmer. Kita keluar dari airport ke tempat Ctoon’s (new) boyfriend nunggu dengan mobilnya. Karena udah siang, kita memutuskan untuk makan siang.

Karena ga ada ide mo makan di mana, kami menyodorkan alamat restoran muslim yang direkomen Pak Berthy sebelum brangkat ke Thailand (mengingat di Thailand susah nyari makanan halal). Ternyata tempatnya deket ke hotel tempat kita bakal nginep. Jalan, ato lebih tepatnya gang, yang disebut di alamat itu ketemu. Tp restorannya engga. No problem anyway, krn ternyata gang tersebut tampaknya daerah muslim. Ada masjid dan ada banyak tempat makan bertanda halal. Ctoon nraktir kita semua sebagai welcome meal katanya.

Abis makan kita langsung check in di First Hotel. The road at nightHotelnya terletak di Petchburi road, jalan utama kota Bangkok, dekat shopping centre, deket stasiun trem, dan daerah jalan-jalan nyari souvenir murah buat turis. Deket kedubes Indonesia juga yang tampaknya besar dan luas kalo dibandingin kedubes Indonesia yang ada di KL. Ctoon booking buat kita pake nama travel biro kakaknya, jadi kita dapet harga yang bagus (60% harga sebenernya).
Abis istirahat sejam di kamar, kita jalan lagi ke fashion shopping centre paling besar di Bangkok. Kali ini jalan kaki krn emang deket. Seperti biasa dong, Dhina borong baju hehehe… Raisha dapet jaket anget buat kalo ke Bandung. Baju-bajunya tampak sangat fashionable, harganya murah, pengunjungnya dari berbagai penjuru dunia. Penjual dan pelayan, semuanya ramah dan penuh senyum. Lately kita sadar kalo ternyata orang-orang Thailand itu sangat ramah, helpful dan murah senyum.

Suan Lum Night BazaarAbis makan malem di another shopping mall (which was karena Bangkok baru aja dilanda bom, kita harus buka tas di pintu masuk untuk dperlihatkan ke security – serasa di Jakarta, sementara Ctoon felt so weird about that hehehe), kita naek taksi ke Suan Lum Night Bazaar. Traffic agak-agak kurang bersahabat, padet banget mungkin krn hari Jumat sore. Tapi akhirnya berhasil dapet taksi dan sampe di Suan Lum lumayan cepet. Suan Lum night bazaar ini pusat penjualan segala yang khas Thailand; souvenir, baju, tas, aksesoris, sampe pijat. Tempatnya guede banget, sampe capek deh ngelilinginnya. Rapi dan bersih. Bukanya mulai jam 7 malem.
Selesai dari Suan Lum kita balik ke hotel. Malem itu Ctoon stay di hotel. Jadi terkenang masa-masa di Uni-Hotel, Walther Rathenau Strasse. Kamar-kamar kita kan sebelahan gitu. Trus kalo mo pegi kita saling knock knock pintu kamar.

Pagi-pagi kita sarapan di Halong Restaurant hotel, charge hotel kita termasuk breakfast. Halong Restaurant ini restoran muslim. Dan makanan Thailand itu lezat dan nikmat. Jadi banyak banget deh makannya.

Grand PalaceJam 9 pagi kita mulai jalan. Naek mobilnya Thont (Ctoon’s new boyfriend) kita pegi ke Grand Palace. Parkir di temple, trus jalan dikit ke sono. Sebagai non-Thai residence, kita harus bayar karcis masuk 250 baht per orang. Tp bisa dipake buat masuk ke Dusit Palace juga. Grand Palace ini dibangun tahun 1782; isinya rumah-rumah untuk keluarga kerajaan, kantor pemerintahan dan Temple Emerald Budha. Luasnya 218000 m2. Lumayan bikin cape jalan-jalan di sana. Tapi sangat menyenangkan. Indah banget bangunan-bangunannya. Turis-turis asing di merata tempat. Matahari sengit dengan kelembaban rendah. Serasa summer di Austria (waktu di Austria, wisatanya juga jalan2 di istana-istana soalnya).

Wat ArunPuas ngelilingin Grand Palace kita jalan (a little bit kata Ctoon, tapi yang pasti Raisha ampe tidur di gendongan hahaha) ke tempat boat. Ceritanya mo nyebrang sungai ke Wat Arun, the dawn temple. Kita naek boat, bayar 3 baht, 5 menit udah sampe Wat Arun. Wat Arun ini salah satu Royal temple kelas utama. Temple-nya tampak tua banget. Kalo mau masuk bayar 20 baht (jauh banget ya sama Grand Palace yang 250 baht). Kita liat-liat aja di luar. Niatnya emang naek boatnya sih hahaha…
naek tuktuk sampe bobokSetelah sedikit liat-liat di Wat Arun, kita naek tuktuk ke Dusit Palace. Disangkain deket, ternyata lumayan jauh. Raisha lagi-lagi bobo di jalan ditiup angin sepoi-sepoi. Pertama kita mengunjungi Vimanmek; the world’s largest golden teakwood mansion. Jaman dulu ini tempat tinggal King Rama V (Raja Bhumibol Adulyadej itu Rama IX) sekitar taun 1900. Raisha masih aja bobo sepanjang kita menyusur 31 ruang eksebisi yang ada di sana dipandu guide berbahasa Inggris. Baru pas udah mau keluar dia bangun.

Ananda Samakhom Throne HallAbis tu kita sempet makan makanan ringan di cafetaria deket situ. Trus jalan-jalan di Dusit Palace. Jam 1/2 4 kita sampe di Ananda Samakhom Throne Hall. Ternyata bangunan ini boleh dikunjungin pake tiket yang kita beli di Grand Palace. Ctoon yang ternyata belum pernah masuk bangunan ini excited banget mo masuk. Buru-buru karena tutup jam 4. Dari luar sih tampak kusam. Saya sebenernya sempet ngomong sama Mas, “Throne hall aja tampak kusam dan ga kerawat gini yah…” Kita sampe nyangka bangunannya udah ga kepake lagi padahal ternyata kan Raja masih selalu pidato di sana. Ternyata pas deket, bukan kusam… Emang motif marmer yang dipake buat bagian luar itu putih keabu2an sedikit noda hitam, persis kaya bangunan bercat putih yang dihantam asap knalpot setiap hari.

Sebelum masuk, yang perempuan disuruh pake kain dulu. Kalo lepas alas kaki udah standar, ampir semua bangunan sebelum masuk harus lepas alas kaki. Katanya sih supaya sopan, kalo perempuan harus pake rok, biar beda sama laki. Inside the throne hallPas ibunya pake rok, eh, kain, bapaknya nyimpen sepatu di rak, Raisha duduk sendiri di bangku. Tau-tau udah ada 4 orang bule ngelilingin dia. Anak itu lucu banget, menatap aja dengan pandangan, “Sapa sih?” sementara para bule ngajak dia becanda. Ga nangis, ga teriak-teriak. Bule-bule itu sampe pada ketawa-ketawa. AlhamduliLlah emang sepanjang 3 hari jalan-jalan di Bangkok, Raisha always in the good mood, jadi asik asik aja jalan-jalannya.
Sayang di dalem kita ga boleh ngambil foto. Padahal cantiknya luar biasa (apalagi kalo dibandingin sama luarnya yang kusam itu hehehe). Arsitekturnya bergaya Renaissance Itali dan Neo-klasik. Tingginya sampe 47.5 m dengan dome besar di bagian tengah dikelilingin 6 dome kecil. Later on pas mo pulang, di bandara berhasil dapet foto bagian dalem gedung ini.

dinner... full teamDari sini kita kembali ke hotel. Istirahat dan mandi. Jam 6 ketemu lagi di lobi hotel. M join for dinner. Kita makan di restoran hotel, biar ga bingung nyari makanan halal. AlhamduliLlah makanannya enak-enak (seperti biasa). M traktir kita semua. Duh… kayaknya selama di Bangkok kita banyakan ditraktir deh. AlhamduliLlah ya hehehe…
Abis makan kita jalan keluar. Masuk Swensen’s. Makan eskrim. Kali ini Dhina yang nraktir. Pulang dari Swensen’s sempet ngobrol di lobi bentar. Trus say goodbye karena Ctoon pulang ke kotanya, hari Minggu masuk kerja setelah 2 hari cuti nemenin kita. Ga lupa ngajak dateng lagi kalo rumahnya udah jadi, which is deket ke Pattaya. We wish here good luck on her wedding preparation and say sorry for not coming since we have just visited her that day. Until we meet again ya Toon…

Paginya, giliran bye-bye ama Dhina yang berencana sedikit berjalan-jalan dulu di Singapore sebelum balik naek flight malem ke Belanda. Kami sarapan di hotel. Jam 10 M dateng. Kita jalan-jalan ke IT City, Glodok-nya Jakarta, Plaza Low Yat-nya KL. Trus jalan di sepanjang Petchburi Road. M lagi2 beliin souvenir buat dibawa pulang. Jam 12 check out, ngobrol dulu sama M. Jam 1/2 1 cabut deh ke bandara naek taksi. Supir taksi-nya ramah meski kita ga bisa berkomunikasi dengan baik karena kendala bahasa. Pesawat delay sekitar 1 jam. Sampe di LCCT jam 7 malem. Ternyata Malaysia juga lagi berhias menyambut tahun cuti-cuti Malaysia, alias Visit Malaysia Year 2007. Makan dulu di Asian Kitchen… langsung terasa bedanya, ya makanannya, ya waiter dan cashier-nya yang maunya buru-buru, judes dan ga mau liat muka hehehe…

Minggu yang rame

air mancur di KLCCSekitar 3 minggu, ups… 4 minggu ternyata – udah lama banget yaaaa, di tengah sepinya kehidupan (taelaaah), tiba2 datang keramaian. Mulai dari hari Senin, temen2 dari kantor lama pada trening di KL. Seneng banget deh, kan jadi kesempatan buat ketemuan. Intan yang brangkat pagi bersama suami dari Indo, nyampe duluan. Jam 12 udah nelpon ke rumah. Ceritanya sih janjian ketemu di KLCC sore2 kalo Garin dan Pudji udah dateng.
Sore2 Garin n Pudji yang dah dateng ngajak ketemu di KLCC. Intan yang ternyata jalan2 ke Central Market ama sang hubby malah kepegelan, capek oy jalan2. Jadi ya udah deh… kita ketemu betigaan (berempat ama Raisha deng). Ga nyebut sih mo ketemu di mana. Tp ga sengaja ketemu di air mancur hihihi… sehati banget kita.

Abis tu nunggu mas dateng dari kantor, trus makan di foodcourt. Sebenernya ga ada yang enak untuk dimakan sih hehehe, tp berhubung ibu hamil harus makan, jadilah kita milih masakan Thailand yang rada2 lumayan bisa ditelen. Trus abis makan kita jalan ke Central Market, naek LRT. Sebelum ke Central Market, ke Petaling Street dulu sih. Ini tempat jualan souvenir Malaysia yang murah meriah dengan kualitas bagus. Garin n Pudji beli beberapa barang. Trus baru ke Central Market. Ini versi lebih mahalnya, tp kayaknya barangnya sih sama. Cuman emang jenis barangnya lebih banyak sih. Kita beli coklat Beryll’s, coklat buatan Malaysia yang enak banget deh. Baru tau daku ada coklat ini. Ternyata kata Aca, di KL Sentral ada (dan kapan itu sempet jalan2 di KL Sentral, jenisnya jauh lebih banyak hihihi). Berhubung udah malem, acara hari itu dicukupkan di Central Market. Kita misah, sama2 naek taksi. Tp Garin dan Pudji ke Bukit Bintang, kami sekeluarga balik ke Setiawangsa.

Hari Selasa tadinya niat mo pada ke rumah. Tp ditunda krn ternyata Garin ada acara laen. Yaudah, jadinya hari Rabu deh pada ke rumah. Garin sms udah sampe di Setiawangsa bareng Pudji. Trus saya keluar ama Raisha. Biar ga bingung nyari rumah gitu. Eh, ternyata pas lagi ngobrol di pinggir jalan, Intan dan hubby juga muncul. Seneng banget ketemuan lagi… Seperti biasa, topik saat makan siang muncul lagi… Anak anak anak…
Dasar ibu-ibu. Owiyah, Garin bawain momento dari project yang waktu saya berhenti belum mencapai akhir. Ada polo shirt dan jam tangan macho, which then went to my hubby, ada juga backpack yang bisa buat laptop which made me regret to refuse mas offer to buy me a lappy just a week before hahaha…

Abis sholat maghrib, pada ke Carrefour deh. Tadinya cuman mo anter ke taksi, soalnya agak repot kalo bawa Raisha tanpa mas. Ternyata pas keluar, mas juga baru dateng dari kantor. Jadi pergi lah kita semua ke Carrefour. Mo beli barbie ceritanya… kan di sana lagi diskon. Jadi emang menurut Intan dan Pudji yang suka beli barbie, harganya jadi murah banget (the next time I went to Carrefour, I was tempted to buy one for Raisha and other twos for her nieces). Murah banget, Jek (deuh, Intan banget sih).

Abis temen2 kantor lama pulang, giliran rombongan Ceria dan Alumniceria datang. Ceritanya Doni n Sari kan pada bulan madu. Yang lain jadi penggembira. Hari pertama dateng pas Jumat, cuman sempet makan di KLCC, secara pesawatnya Doni delayed di Singapur, jadi ampe KL udah jam 1/2 8 malem.

Baru hari Sabtu acara padat euy. Ceritanya kita nyewa mobil Toyota Optima ditambah mobilnya Nta, Proton Gen2 buat jalan2. Rute pertama sarapan pagi di Nasi Lemak Antarbangsa di Kampung Baru. Hmm, nyam nyam… Jarang2 ada makanan enak di sini (hehehe, I always feel I have to cook if I want to taste something good). Dari sana ke Genting Highland. Rute turis banget sih, Genting. Turun di stasiun Gohtong buat naek skyway, trus bermain lah di Genting. Karena udah pernah, jadi ga cerita lagi deeee… The difference this time is I got the courage to ride Flying Coaster… how exciting :-). Temen2 pada borong sepatu di Vincci, murah meriah lucu soalnya meski kurang nyaman dipake. But not bad lah kalo cuman sekedar dipake ke undangan.

Masjid PutrajayaAbis makan dan sholat, perjalanan dilanjutkan ke Putrajaya. Putrajaya adalah pusat pemerintahannya Malaysia, 25 km dari Kuala Lumpur. Kantor-kantor Perdana Menteri, Kementrian dan kantor pemerintahan lainnya terletak di sana dengan arsitektur yang unik dan rupa2. Kantor2 ini diletakkan mengelilingin danau buatan seluas 600 hektar (if I’m not mistaken). Mobil biasanya diparkir di depan kantor perdana mentri/mesjid Putrajaya.
Di bagian bawah ada tempat makan, trus di sebrangnya ada danaunya tea. Buat keliling danau disediakan boat ataupun cruise. Di atas cruise PutrajayaDitraktir ama pengantin baru, kita jadi bisa naek cruise selama 45 menit, liat semua gedung yang mengelilingi danau dengan dipandu pemandu wisata berbahasa melayu. Cruise-nya fully air conditioned, cukup luas jadi ga umpel2an. Kapasitasnya 72 orang tp waktu itu yang naek cuman rombongan kita ditambah sekitar 10 orang lainnya. Aturannya juga ga ketat, jadi mo pindah2 duduk supaya ga bosen juga bisa. Apalagi kan lagi sepi gitu. Kadang2 kita malah keluar, ke geladak, menikmati angin.

Putrajaya di malam hariSelesai jalan2 di danau, kita pada sholat maghrib di mesjid Putrajaya. Mesjid besar dengan kapasitas 15000 orang yang bisa bikin kesasar di dalemnya hehehe. Selesai solat, kita menikmati dulu Putrajaya di malam hari yang cantik dengan permainan lampu-nya. Kalo siang cantik dengan bangunan2 dan jembatan2. Kalo malem, lampunya bikin tambah cantik. Baru deh balik ke KL. Makan dulu, ceritanya dinner reception-nya Sari-Doni, di Cozy Corner Great Eastern. Baru sampe rumah jam 11. Raisha masih aja hepi hepi joy joy.

Pisah Kamar

big girl... bobo sendiri yaaaSeminggu ini, setiap kali Raisha udah ngantuk banget, even lagi bobo2an di kamar bapak-ibu, pasti deh dia langsung bilang, “Bobo, bobo…” sambil minta dianterin ke kamar yang memang diperuntukan buat dia. Berhubung bed-nya ukuran singel yang 10 cm lebih sempit dari standar, jadi mulai-lah Raisha tidur sendiri. So far sih baek-baek aja…, moga2 seterusnya. Hmmm, she is a big girl now!

BT deee

Duh males banget deee mau lapor diri di sini. Baru sampe kedubes aja sebenernya udah putus asa ngeliat orang menyemut kayak di terminal pas mau lebaran. Abis tu, udah bediri antri satu jam buat ambil formulir, ga ada sama sekali pergerakan kemajuan. Raisha mulai rewel krn panas, cape, banyak orang, dan asap rokok. Akhirnya pulang aja deeee…

I love to see you growing

Raisha sholat dengan mukena baruHal yang paling indah ketika menjadi full time housewife adalah melihat setiap detik perkembangan Raisha tanpa ada yang terlewat. Contohnya dalam hal sholat. Sampe saat ini kami belum ngajak2 Raisha sholat karena nganggep dia masih kecil. Tapi dia sendiri pengen nunjukin kalo dia layak diajak sholat hehehe… Awalnya hanya berdiri sambil mulut komat kamit di sebelah bapak ato ibu yang lagi sholat (kami belakangan ini berjamaah hanya kalo Raisha sedang tidur karena berpikir Raisha harus ada yang jagain supaya ga ganggu sholat). Trus mulai ikut gerakan ruku’, sujud. Dan lately tangannya saat berdiri sudah seperti orang sholat, sidakep di perut. Belakangan pernah saya meleng dan mas udah selesai wudhu serta memulai sholat. Baru sadar setelah beberapa lama kalo Raisha kayaknya pergi nyari bapaknya. Pas dicari, eh, ternyata dia baru slesai menghampar sejadah di sebelah bapak yang lagi sholat dan mulai berdiri ikutan sholat cenah. Lama-lama, kalo bapaknya sholat, suka minta dipakein mukena ibu. Duh, kesrimpet-srimpet deh sholatnya. Akhirnya, dibikinin mukena sendiri. Lucunya, waktu dia lagi sholat pake mukena barunya dan saya mo ambil fotonya, eeeeh, dia malah ngegaya dulu dan menghentikan sholatnya hahaha…

Ngaji yuk Pak... buat nerangin akhirat kita, Insya AllahPaling terharu waktu pertama kali dia pegang-pegang dua buah quran yang biasa kami baca. Sesaat sesudah selesai bapaknya sholat maghrib waktu itu. Quran yang biasa dibaca bapaknya disodorin ke bapak. Trus dia buka quran ibu (yang lebih bagus karena pake cover kulit dan ada retsletingnya), dan mulai bersuara kayak orang ngaji. Sambil ga lupa narik-narik bapaknya… Ngaji Pak…, gitu kali yah yang ada dalam pikirannya. Mas yang tadinya ga niat ngaji jadi turun lagi ke sajadahnya dan mulailah mereka berdua ngaji. Duh duh… moga-moga tumbuh jadi anak yang sholihah ya geulis….
I will always be beside you and really enjoy every second you grow…