Mekar Dimanapun Ditanam
Ga kerasa banget udah setaun di Den Haag. Alhamdulillaah semuanya berjalan lancar, mudah-mudahan akan selalu. Teringat setaun yang lalu setengah gamang setengah siap memulai catatan baru dalam hidup keluarga. Terinspirasi kata mutiara, “There is no growth in comfort zone, there is no comfort in the growth zone”, berbekal niat yang baik, dimulailah perjalanan itu.
Sebelum pindah sudah yakin seyakin-yakinnya bahwa pindah bukanlah hal yang mudah. Apalagi sekarang buntut sudah dua dan si sulung sudah cukup besar untuk bisa terlibat secara emosi dalam segala proses perubahan ini. Ibu dan Bapak memang harus banyak menumbuhkan semangat dan keberanian di hati si teteh sehingga dia pun akhirnya bisa menikmati proses pindah tersebut.
Sementara saya sendiri, yakin dalam hati bahwa akan kehilangan KL dengan segala kehidupan dan kesibukannya. Bukan cuma kesibukan di rumah dan anter jemput anak ke sekolah dan tempat2 mereka beraktivitas, tapi juga kehilangan komunitas dan kesibukan yang sudah menjadi denyut nadi sehari-hari. Diri membesarkan hati teringat sebelum pindah ke KL pun begitu berat meninggalkan pekerjaan, begitu besar rasa sayang yang mengganjal akan ilmu yang tidak akan lagi teraplikasikan; tapi masha Allaah, Allah menggantinya dengan yang lebih baik. Komunitas yang luar biasa dan kesempatan menimba ilmu yang ternyata masih banyak yang belum dipelajari.
Untuk menguatkan diri, saya membuat target-target pribadi yang ingin saya capai kalau ternyata kehidupan di Den Haag akan membosankan dan membuat saya banyak berdiam di rumah. Detail dan rinci saya buat target-target pribadi yang memang membutuhkan waktu bersendirian di rumah untuk mencapainya. Namun ternyata hanya beberapa bulan di awal saja saya bisa menjalani aktivitas yang membuat saya bisa mencapai target pribadi tersebut, menginjak bulan ke-4 saya mulai banyak kesibukan yang membuat target pribadi harus diturunkan.
Belakangan malah saya mulai kewalahan dengan kesibukan. Diantaranya yang cukup menyita waktu adalah ngajar les privat kimia anak kelas 12 yang sekolah di Sekolah Indonesia di Netherland. Kalau sekedar ngajar mungkin tak banyak memakan waktu, tapi menyiapkan bahan ajar ini yang lumayan menyita. Meski saya sering rindu dengan kamera, photoshop, dan aktivitas komunitas lainnya, tapi ternyata saya juga mencintai kehidupan yang baru ini. Menyiapkan bahan les, membuka buku-buku ajar kimia dari kelas 1 sampai kelas 3 dan membuat rangkumannya dalam tema-tema tertentu, mengerjakan kembali soal-soal kimia (yang semasa SMA sangat saya suka) untuk kemudian membagi pengetahuannya dengan siswa yang saya ajar, berusaha membuat pengajaran yang terstruktur dan dipahami sehingga siswa ajar bukan hanya apal cangkem tapi juga memahami apa yang saya ajarkan… membuat saya merasa bersemangat 🙂
Kesimpulan ceritanya, saya jadi semakin yakin dan percaya bahwa di mana pun Allah menempatkan kita, selalu ada ladang amal untuk menuai pahala yang disediakan untuk kita. Tinggal kita yang pandai-pandai mencari dan memanfaatkannya :-).