Ga kerasa udah mid-term aja, ada undangan parents-teacher meeting. Dikasih alokasi waktu dan dipersilakan milih. Kami milih sore pulang kantor jadi KangMas bisa dateng juga dan pergi bareng dari rumah, sepedahan sore-sore.
Sampe di sekolah nunggu bentar sebelum akhirnya dapet giliran.
Seperti biasa kami dengerin komentar dari gurunya. Standar aja sih, Raisha bisa beradaptasi dengan baik, dia is the top in class, bacanya lancar, nulisnya rapi, englishnya excellent, dia mengerti dan aktif saat guru menerangkan pelajarannya, dan math-nya juga okey.
Oiya di sekolah Raisha seperti yang pernah diceritain awal-awal dulu, pendekatannya sangat personal. Jadi setiap anak assignment-nya beda-beda disesuaikan dengan kemampuan ga dipaksa harus mengikuti standar tertentu. Misalnya untuk spelling test, ada levelnya, jadi meski satu kelas spelling testnya belum tentu sama (hampir pasti beda hehe). Reading juga dibagi-bagi dalam colour level. Kemampuan membaca anak terpantau banget karena mereka tiap hari membawa pulang buku untuk dibaca yang udah dibaca bersama gurunya di sekolah. Si murid membaca dan guru mendengarkan. Nanti sang guru mencatatkan kesan pesannya di Reading Record. Anak-anak dididik untuk cinta membaca sejak dini jadi mereka terbiasa baca di mana aja.
Kami orang tua Raisha emang ga pernah kuatir dengan literacy Raisha, dia memang really into it. Seneng banget sama baca-baca, nulis-nulis. Yang kita suka bertanya-tanya matematiknya, abis dia ga terlalu suka dan gampang nyerah, ditambah tak terpantau karena ga ada PR dan buku semua ditinggal di sekolah. Tp ternyata matematiknya juga oke. Miss Fran, wali kelasnya, bilang dia ga ada masalah dengan matematik. Liat nih, dia bisa mengerjakan ini dengan lancar, sambil nunjukkin satu halaman kerjaannya. Mas dan saya nyengir, secara itu yang dikerjain dengan lancar udah setengah mati saya ajarin waktu dia mau ujian masuk kelas 1 dari reception.
Jadi inget pidato akhir taun ajaran dan perpisahan Mr. Christopher Fitzgerald, kepala sekolah Raisha yang lama di Mutiara. Waktu itu acara Speech Day and Prize Giving Ceremony. Kami dateng karena selain saya emang selalu berusaha hadir di acara sekolah Raisha, Ms. Esther, wali kelas Raisha dah sengaja dateng ke mobil waktu saya jemput Raisha minta saya hadir. Pas pidato akhir taun ini, Mr. Fitzgerald mengungkapkan fakta-fakta ttg pendidikan. Yang pertama yang membekas banget, usia mulai pendidikan belum menentukan hasil pendidikan di kemudian hari. Beliau ngasih contoh di Finlandia, usia memulai pendidikan dasar adalah 7 taun tapi terbukti Finlandia adalah penghasil lulusan2 terbaik di dunia dibandingkan di Amrik yang memulai di umur 5 taun.
Udah gitu ternyata juga lamanya seorang anak belajar di kelas belum tentu menghasilkan penyerapan ilmu yang lebih banyak. Mr. Fitzgerald bilang, jadi coba para orangtua yang membawa anaknya ke kelas2 pelajaran tambahan melakukan pratinjau lagi apakah hasilnya cukup efektif atau hanya membuat anak lelah.
Dan yang penting lagi, penguasaan bahasa ibu. Anak selayaknya lancar dan fasih berbahasa ibu dulu sebelum bertambah (bukan berpindah) dengan bahasa lain. Ini memudahkan anak untuk menguasai banyak bahasa dan menekan tombol switch saat harus berbicara dalam berbagai bahasa. Saya perhatiin di sini temen-temen Raisha lebih nyaman menggunakan bahasa ibu-nya dibanding bahasa inggris. Jadi kalo orang tua menjemput, mereka langsung tekan switch pindah bahasa ibu, kalo ngobrol sama temen baru ganti lagi. Beda sama waktu dulu di Mutiara, lebih sering terlihat saat anak sudah bersama keluarga pun mereka tetep berbahasa Inggris.
Sukaaa banget deh sama pidatonya Mr. Fitzgerald ini. Soalnya mendukung saya buat ga masukin Raisha (dan Dinda nantinya) ke berbagai macam les yang sifatnya akademik. Jadi mereka punya lebih waktu untuk bermain dan belajar yang lain-lain; kayak taekwondo, balet, piano dan sebangsanya. Saya sangat menghargai masa kanak-kanak yang cuman 12 taun ituh… Manfaatkan buat having fun sepuas-puasnya. Main yang fun, taekwondo dengan gembira, balet krn seneng, piano juga bikin hepi sehingga sekolah pun ga bosen dan dinikmati ;-).
Anyway, kalo saya menekankan penggunaan bahasa ibu sama Raisha dan Dinda sebenernya sederhana, liat temen2 kuliah dulu bisa menguasai 3 – 5 bahasa, gampang banget switch-nya, jadi pengennya anak2 juga bisa banyak bahasa dan pastinya ga lucu kalo bisa banyak bahasa ga bisa bahasa ibu-nya :D.