Lagi jalan di Kinokuniya, nemenin Raisha yang liat-liat buku. Jadi keingetan juga klo persediaan bacaan di rumah udah abis tanpa terasa. Perasaan punya stok oleh-oleh mudik cukup banyak, ternyata selesai juga.
Sebenernya beli sesuatu tanpa persiapan dan riset yang cukup bikin saya merasa kurang nyaman. Tapi karena sudah berada di toko buku dan lebih merasa ga enak lagi klo ga punya buku buat dibaca, akhirnya saya tinggalkan bagian anak-anak membiarkan Raisha dan Dinda bersama bapak mereka tersayang. Liat-liat buku di rak best seller; yang paling gampang. Pegang sana, baca sekilas yang itu, bingung sana, bimbang sini, akhirnya hati saya tertaut pada The Help. Ga ada referensi dan review yang pernah saya baca sebelumnya (karena emang jarang baca-baca tea), akhirnya saya pilih yang paling lebay blurb-nya, “If you read only one book, let this be IT!”. Halah, kayak apa sih isinya, perasaan baca buku tetralogi Pramoedya, Al Chemist-nya Coelho, One Hundred Years of Solitude dari Gabriel Garcia Marquez, atow bahkan dua dari Khaled Hosseini itu juga luar biasa keren, gimana yang lebih keren dari ini yaw?
Setelah baca bukunya…. boleh sih dibilang keren, meski teteup lah itu blurb lebay 🙂 Ga segitunya, sampe kalo satu buku ini yang paling perlu dibaca.
Cerita tentang hubungan hitam dan putih di Jackson, Missisipi yang penuh laku dan liku, penokohannya luar biasa kuat bikin terlarut dalam pergulatan batin tokoh-tokohnya, jalan ceritanya lancar padahal dibuat narasi mengalir dari si aku yang berbeda-beda, bikin buku ini juga jadi tambah unik. Yang bikin berat bahasanya euy… luar biasa. Tapi setelah beberapa bab, terbiasa juga dengan slank ala Afro-America.